Visa Andalkan Pembayaran Berbasis AI dan Stablecoin untuk Pertahankan Kepemimpinan Pasar

Sekarang masyarakat banyak yang tidak pakai uang tunai lagi. Mereka lebih suka cara baru untuk bayar dan transfer uang. Di Asia, banyak orang pakai e-wallet, kode QR, dan aplikasi super—bahkan tidak pakai kartu kredit fisik sama sekali.

Perusahaan kartu tradisional berusaha berubah agar tetap bersaing. "Sekarang, kalau orang bicara ‘kartu’, itu bukan cuma kartu plastik. Itu adalah jaringan digital di mana kamu bisa bayar atau dibayar," kata Stephen Karpin, Presiden Visa untuk Asia-Pasifik.

Di festival FinTech Singapura, Visa memperkenalkan dua fitur baru untuk kliennya: pembayaran dengan AI dan penyelesaian dengan stablecoin.

Fitur pertama adalah perluasan perusahaan ke agentic commerce, di mana konsumen di Asia bisa menggunakan agen bertenaga AI untuk berbelanja dan membayar atas nama mereka.

Karpin bilang peluncuran ChatGPT oleh OpenAI mengubah cara berdagang. Tapi, satu hal yang belum bisa dilakukan chatbot AI saat ini adalah membayar lewat agen. Ini artinya pembeli online bisa pakai chatbot AI untuk menemukan dan memilih barang, tapi belum bisa untuk menyelesaikan pembayaran.

Pelanggan bisa memasukkan kartu Visa mereka ke sistem agen, seperti di Apple atau Google Pay. Mereka juga bisa memilih ‘personalisasi’ untuk dapat rekomendasi belanja yang pintar berdasarkan preferensi mereka sebelumnya. Pengguna lalu diminta untuk bayar di dalam platform AI dengan aman, menyelesaikan proses belanja online dari awal sampai akhir.

Stablecoin

Inisiatif kedua adalah pilot project penyelesaian dengan stablecoin, yang memungkinkan mitra terpilih untuk bayar menggunakan stablecoin di blockchain yang didukung. Stablecoin adalah mata uang digital yang nilainya stabil, karena dikaitkan dengan aset seperti mata uang fiat (biasanya Dolar AS).

Karpin mengatakan Visa sudah melihat nilai teknologi blockchain untuk pembayaran sejak sepuluh tahun lalu. Sekarang, lebih banyak transaksi lintas negara yang dilakukan dengan stablecoin.

MEMBACA  Ayu Ting Ting dan Wendi Cagur Menguji Wawasan Selebriti di Acara Game Show Pasti Bisa.

"Kami ingin menjadikannya salah satu opsi untuk melakukan dan menerima pembayaran di seluruh dunia, ketika lingkungan regulasinya sudah siap," tambah Karpin. "Kami punya teknologi dan kemampuan, dan ingin membantu bisnis besar dan kecil mulai melakukan perdagangan di Web3."

Perubahan Dunia Pembayaran di Asia

Karpin sudah bekerja di Visa lebih dari sepuluh tahun, memulai karir di pasar South Pacific, Asia Tenggara, dan Jepang, sebelum menjadi Presiden Asia-Pasifik pada tahun 2023.

Dia bilang banyak hal berubah di dunia pembayaran Asia. Lebih banyak perubahan terjadi dalam lima tahun terakhir dibandingkan lima puluh tahun sebelumnya.

Aplikasi super—aplikasi tunggal yang menggabungkan banyak layanan seperti transportasi, pesan makanan, dan pembayaran digital—adalah salah satu contohnya. Aplikasi ini pertama kali populer di China, dengan hadirnya Alipay pada 2004 dan WeChat Pay pada 2013. Raksasa teknologi Asia Tenggara, Grab, juga meluncurkan GrabPay pada 2016.

Tapi Visa tidak menganggap aplikasi super dan e-wallet sebagai pesaing. Mereka justru mencari cara untuk bekerja sama. "Kamu sekarang bisa menjalani hidup di aplikasi super, jadi kami bermitra dengan mereka untuk mendigitalkan kartu Visa," kata Karpin.

Dia mencontohkan kemitraan Visa dengan Line Pay di Taiwan, yang memungkinkan pengguna Taiwan bepergian ke luar negeri dan bayar dengan memindai kode QR apa pun yang terhubung ke jaringan Visa.

Visa juga diterima luas di banyak negara di luar Asia, memudahkan pelancong jarak jauh untuk bayar dengan lancar di luar negeri.

"[Kalau traveling ke negara yang lebih jauh], kamu tidak bisa pakai aplikasi super dengan QR. Kami bermitra dengan e-wallet supaya kamu bisa pakai hp untuk tap naik kereta bawah tanah New York, atau beli makan siang di London," kata Karpin.

MEMBACA  8 Penawaran Terbaik Hari Valentine: Headphone, MacBook, dan Kit Lego

Visa adalah organisasi pembayaran kartu terbesar kedua di dunia berdasarkan nilai pembayaran tahunan dan jumlah kartu yang diterbitkan, setelah dilewati oleh UnionPay China pada 2015. Tapi Visa, yang peringkat 127 di Fortune 500, masih memimpin dalam volume transaksi global.