Universitas Tak Terkenal Ini Bisa Mengalahkan Harvard dan MIT dalam Perlombaan Kecerdasan Buatan

Bulan ini, CEO Nvidia Jensen Huang kasih peringatan. Dia bilang China hampir menyusul Amerika dalam lomba AI global. Munculnya DeepSeek awal tahun ini juga tunjukkan betapa cepatnya kekuatan bisa berubah.

Persaingan ini tidak hanya di Silicon Valley dan Shenzhen, tapi juga di kampus-kampus universitas. Pemerintah China sedang bangun pusat AI yang kuat di Universitas Tsinghua, yang menantang dominasi teknologi universitas Ivy League di AS.

Tsinghua sudah hasilkan lebih banyak penelitian AI yang paling sering dikutip di dunia daripada universitas lain. Universitas ini juga buat lebih banyak paten AI setiap tahunnya dibandingkan MIT, Stanford, Princeton, dan Harvard digabung. Dari tahun 2005 sampai akhir 2024, peneliti Tsinghua mengajukan 4.986 paten AI.

Tapi, Amerika masih punya kelebihan. Lembaga Amerika pegang banyak paten AI yang paling berpengaruh. Laporan AI Index 2025 dari Stanford menunjukkan AS telah hasilkan 40 model AI terkenal, sementara China 15. Tapi, kualitas model China sudah cepat mengejar.

"Masyarakat sangat antusias dengan AI di pemerintahan, industri, dan akademik," kata Jun Liu, mantan profesor Harvard yang sekarang pimpin departemen statistik dan sains data baru di Tsinghua. "Banyak ahli AI datang karena ada modal dan dukungan pemerintah China untuk penelitian sains, termasuk AI."

China Bangun Bakat AI Besar-besaran – Perusahaan AS Manfaatkan Ini

Strategi teknologi China tidak mulai dari tingkat universitas. Negara itu sudah mulai ajarkan dasar-dasar AI ke murid yang masih berusia enam tahun. Mulai musim gugur ini, sekolah-sekolah di Beijing beri setidaknya delapan jam pelajaran AI per tahun.

Fokus sejak dini ini bantu China bangun tenaga kerja teknologi yang sangat besar. Pada tahun 2020, China luluskan 3,57 juta mahasiswa STEM, jauh lebih banyak daripada AS yang hanya 820.000. Media pemerintah China laporkan angka itu sekarang bisa lebih dari lima juta per tahun.

MEMBACA  Indonesia dan India memperkuat kerjasama strategis di sektor digital.

Perusahaan teknologi Amerika sadar hal ini dan buru-buru mencari bakat dari China. Musim panas ini, Meta umumkan "Superintelligence Lab" baru. Semua 11 peneliti pendidikannya belajar di luar AS, dan tujuh di antaranya lahir di China.

Sebuah studi tahun 2020 menemukan bahwa peneliti AI China hampir sepertiga dari 100 ilmuwan AI teratas dunia, dan kebanyakan kerja untuk universitas dan perusahaan AS. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa meski ada ketegangan geopolitik, 87% peneliti itu tetap kerja di Amerika.

Seperti kata Matt Sheehan, seorang analis: "Industri AI AS adalah penerima manfaat terbesar dari bakat China."