Rambut Dicat & Kuku Dihias, Boleh! Perusahaan Jepang Makin Longgarkan Aturan untuk Rebut Pekerja

Oleh Satoshi Sugiyama

TOKYO (Reuters) – Waktu Hinako Mori yang umurnya 22 tahun pindah ke Tokyo tahun lalu, dia pilih kerja paruh waktu di Don Quijote, toko diskon besar. Alasan utamanya satu – mereka ga peduli warna rambutnya.

Rambutnya pirang abu-abu dengan garis biru muda dan tua pas diwawancara, Mori suka ganti-ganti warna rambutnya tiap enam minggu.

Beda banget sama waktu dia kerja di jaringan convenience store Jepang besar yang mewajibkan rambut hitam atau coklat tua.

“Dulu, aku pernah coba warnain rambut jadi pirang. Tapi besoknya, disuruh pake wig atau semprot rambut biar hitam,” kata Mori. “Itu bikin stress banget.”

ATURAN TOKO RITEL JADI LEBIH SANTUY

Karena pasar tenaga kerja di Jepang sangat ketat, lebih banyak perusahaan tahun ini ikut jejak Don Quijote, perusahaan dari grup Pan Pacific International. Mereka melonggarkan aturan tentang rambut dan cat kuku tiga tahun lalu. Sekarang hampir seperempat karyawannya punya rambut warna-warni. Kalau warna coklat dihitung, 55% karyawannya punya rambut bukan hitam.

Contohnya, jaringan apotek Fuji Yakuhin udah hapus banyak aturan untuk karyawan yang bukan apoteker. Sekarang mereka bolehin semua warna rambut, nail art, makeup tebal, dan semua jenis cincin. Padahal dulu cuma cincin kawin yang boleh. Sama juga, pengelola supermarket Tokyu Store sudah mengurangi batasan untuk warna rambut, model rambut, aksesori, cat kuku, dan tindik.

Perusahaan Jepang pelan-pelan melonggarkan aturan pakaiannya selama dua puluh tahun terakhir. Pemicunya adalah kampanye “Cool Biz” dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2005 yang anjurkan melepas jas dan dasi untuk hemat biaya AC di musim panas.

Sejak itu, aturan pakaian musim panas jadi lebih kasual, seragam tidak wajib lagi untuk banyak karyawan department store, dan sarung tangan putih untuk supir taxi jadi pilihan.

MEMBACA  NFL dan Taylor Swift ternyata tidak cukup untuk merusak Peacock

Perubahan terbaru tentang warna rambut, cat kuku, dan aksesori ini kebanyakan terjadi di perusahaan kecil yang kekurangan karyawan lebih parah daripada perusahaan besar dan tidak bisa tawarkan gaji yang bersaing.

Tapi beberapa perusahaan besar yang tercatat di bursa juga longgarkan aturan tahun ini. Japan Airlines minggu lalu ikut operator kereta bawah tanah Tokyo Metro dan maskapai budget domestik Skymark Airlines yang mengizinkan staf pakai sepatu kets untuk kerja.

TEKANAN KRISIS TENAGA KERJA

Jepang, negara yang cepat menua dengan imigrasi terbatas, jumlah usia kerja nya turun 16% sejak puncaknya di tahun 1995, menurut data OECD. Hal ini memicu persaingan ketat untuk dapatkan staf.

Dua pertiga perusahaan Jepang bilang kekurangan tenaga kerja punya dampak serius untuk bisnis, tunjukkan survei Reuters. Itu penyebab utama kebangkrutan perusahaan di Jepang pada April-September, dengan jumlah kegagalan mencapai level tertinggi dalam 12 tahun untuk periode paruh pertama, menurut Tokyo Shoko Research.

Ini beri lebih banyak kekuatan ke orang muda, setidaknya untuk kerja paruh waktu.

Dua pertiga siswa percaya mereka seharusnya bisa pilih penampilan mereka waktu kerja paruh waktu, menurut survei bulan April oleh perusahaan informasi lowongan kerja dan rekrutmen Mynavi. Sepertiga bilang mereka pernah batalkan lamaran kerja karena aturan berpakaian di calon perusahaan.

“Siswa tidak cari cuma pengalaman kerja atau cari uang; mereka kayaknya cari sesuatu yang lebih di pekerjaannya – rasa kebebasan atau kenyamanan,” kata Shota Miyamoto, peneliti di Mynavi. Tapi dia tambah, mereka tidak berharap hal yang sama untuk pekerjaan penuh waktu.

Walaupun Jepang mungkin jadi lebih longgar, beberapa aspek penampilan pribadi yang udah biasa di Barat, kayak banyak tindik atau tindik di muka, masih belum bisa diterima banyak perusahaan. Pekerja dengan tato – seni yang tradisionalnya dikaitkan dengan yakuza di Jepang – umumnya diminta untuk nutupinnya supaya tidak menakuti pelanggan.

MEMBACA  CFPB baru saja menarik sekelompok gugatannya sendiri saat masa depan lembaga itu tergantung pada keadaan yang tidak pasti.

Perubahan terbaru ini juga belum masuk ke banyak perusahaan besar Jepang yang tradisional. Contohnya, Sumitomo Mitsui Banking Corp bilang mereka tidak punya kebijakan khusus soal rambut atau cat kuku, tapi umumnya karyawan paham kalau penampilan pribadi mereka seharusnya tidak bikin masalah.

(Pelaporan oleh Satoshi Sugiyama; Penyuntingan oleh Edwina Gibbs)