Pusat data melahap perekonomian — dan kita bahkan tidak memanfaatkannya dengan baik

Saat raksasa teknologi mengumumkan investasi ratusan miliar dolar untuk pusat data baru, kita melihat kesalahpahaman mendasar tentang masalah kekurangan komputasi. Pendekatan industri saat ini, yaitu membuang uang untuk proyek infrastruktur besar, ibarat menambah jalur di jalan tol yang sudah macet. Mungkin memberi sedikit solusi sementara, tapi tidak menyelesaikan masalah utamanya.

Angkanya sangat mengejutkan. Pengeluaran modal untuk pusat data melonjak 53% dibanding tahun lalu, mencapai $134 miliar hanya di kuartal pertama 2025. Meta dilaporkan sedang merencanakan investasi $200 miliar untuk pusat data, sementara Microsoft berkomitmen $80 miliar di tahun 2025. OpenAI, SoftBank, dan Oracle mengumumkan inisiatif $500 miliar bernama Stargate. McKinsey memprediksi pusat data akan membutuhkan $6,7 triliun di seluruh dunia pada 2030. Dan daftarnya masih panjang.

Tapi inilah kenyataan yang tidak nyaman: Sebag besar sumber daya ini akan tetap tidak terpakai dengan baik. Rata-rata server hanya digunakan 12%-18% dari kapasitasnya, sementara sekitar 10 juta server benar-benar menganggur, mewakili $30 miliar pemborosan modal. Bahkan server aktif jarang melebihi 50% penggunaan, artinya sebagian besar infrastruktur komputasi yang ada hanya membuang energi tanpa kerja produktif.

Analogi jalan tol masih relevan

Saat menghadapi kemacetan, respons alami adalah menambah jalur. Tapi peneliti transportasi menemukan fenomena "permintaan terinduksi"—kapasitas ekstra awalnya mengurangi kemacetan, tapi lama-lama menarik lebih banyak pengendara hingga kemacetan kembali seperti semula. Hal yang sama berlaku untuk pusat data.

Membangun pusat data baru memang solusi mudah, tapi tidak berkelanjutan atau efisien. Masalah sebenarnya bukan kapasitas, melainkan alokasi dan optimasi. Sudah banyak sumber daya menganggur di ribuan pusat data di seluruh dunia. Tantangannya adalah menghubungkan kapasitas yang terbuang ini dengan permintaan secara efisien.

MEMBACA  Dapatkan Hosting Web Terbaik dengan Harga $1.95/Bulan + Domain Gratis

Dampak Lingkungan

Konsumsi energi pusat data diprediksi naik tiga kali lipat pada 2030, mencapai 2.967 TWh per tahun. Goldman Sachs memperkirakan kebutuhan listrik pusat data akan tumbuh 160% pada 2030. Sementara raksasa teknologi membeli pembangkit listrik nuklir untuk pusat data mereka, banyak kota sudah mencapai batas kapasitas energi untuk fasilitas baru.

Ini menunjukkan tekanan besar pada infrastruktur dan bukti bahwa sistem saat ini tidak berkelanjutan. Perusahaan membeli pembangkit listrik sendiri alih-alih mengandalkan jaringan yang ada, membuktikan bahwa kebutuhan komputasi telah melampaui pasokan energi yang bertanggung jawab.

Solusi Terdistribusi

Solusinya bukan lebih banyak infrastruktur terpusat, tapi pengelolaan sumber daya yang lebih cerdas. Perangkat lunak modern bisa menggabungkan komputasi menganggur dari pusat data, server perusahaan, bahkan perangkat konsumen menjadi pool komputasi on-demand. Pendekatan terdistribusi menawarkan beberapa keuntungan:

  • Ketersediaan instan: Tidak perlu menunggu tahunan untuk pembangunan pusat data baru.
  • Efisiensi biaya: Lebih murah daripada membangun infrastruktur baru.
  • Ramah lingkungan: Memaksimalkan penggunaan perangkat yang ada mengurangi kebutuhan manufaktur baru.
  • Ketahanan: Sistem terdistribusi lebih tahan gagal dibanding fasilitas raksasa terpusat.

    Realita Teknis

    Teknologi untuk mengatur komputasi terdistribusi sudah ada. Beberapa model jaringan menunjukkan bagaimana perangkat lunak bisa mengelola sumber daya di berbagai lokasi dengan mudah. Docker dan alat orkestrasi modern memungkinkan portabilitas beban kerja yang lancar. Yang kurang hanyalah kemauan industri untuk mengadopsi pendekatan berbeda ini.

    Perusahaan harus sadar bahwa sebagian besar server menganggur 70%-85% dari waktu. Ini bukan masalah perangkat keras atau kapasitas, melainkan masalah alokasi yang membutuhkan perangkat lunak lebih cerdas.

    Daripada terus membangun proyek raksasa yang mahal dan merusak lingkungan, kita harus beralih ke orkestrasi terdistribusi yang memaksimalkan sumber daya yang ada.

    Ini membutuhkan perubahan pola pikir: alih-alih melihat komputasi sebagai aset yang harus dimiliki dan disimpan di fasilitas besar, kita perlu memperlakukannya seperti utilitas yang bisa diakses dari sumber paling efisien, tanpa peduli lokasi atau kepemilikan.

    Jadi, sebelum bertanya apakah kita mampu membangun $7 triliun pusat data baru pada 2030, kita harus tanya: bisakah kita memilih pendekatan yang lebih cerdas dan berkelanjutan? Teknologinya sudah ada—yang kita butuhkan sekarang adalah visi untuk menerapkannya.

    Pendapat dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak selalu mencerminkan pandangan Fortune.

    Perkenalkan Fortune Global 500 2025, peringkat perusahaan terbesar di dunia. Lihat daftarnya tahun ini.

    (typo: "proyek" & "sebag besar")