Di tahun 2016, Donald Trump bilang invasi Irak adalah “kesalahan besar”, hasil dari kebohongan sengaja oleh intelijen AS.
“Mereka bohong!” katanya waktu debat Partai Republik bulan Februari tahun itu. “Katanya ada senjata pemusnah massal. Ga ada. Dan mereka tau ga ada.”
Sekarang Trump di Gedung Putih, pertimbangin campur tangan militer di perang yang mirip banget sama Operasi Iraqi Freedom — operasi yang dia sebut buang duit $2 triliun.
Dulu dan sekarang, alasan perang sama: hentiin negara dapat senjata nuklir buat hilangin ancaman ke sekutu dekat AS — Israel.
Beberapa ragu ancaman senjata pemusnah massal ini beneran.
“Intelijen menunjukkan meski Iran punya program nuklir, mereka ga ngembangin senjata,” kata Rosemary Kelanic, direktur program Timur Tengah di Defense Priorities.
Ada yang lebih keras. Tucker Carlson, tokoh media kanan yang lawan campur tangan AS di Timur Tengah, bilang klaim Iran hampir punya bom nuklir itu “bohong” dari pendukung ganti rezim di Tehran.
“Sebenernya, ga ada intelijen kredibel yang tunjukin Iran dekat bikin bom atau rencanain. Ga ada,” tulisnya di X. “Kalau pemerintah AS tau Iran tinggal mingguan punya senjata nuklir, kita udah perang.”
Penentang perang buru-buru merujuk laporan intelijen AS terakhir ke Kongres bulan Maret sama Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard — mantan Demokrat yang skeptis sama intervensi militer luar negeri.
Walau akui stok uranium Iran di level tertinggi, dia tegaskan Tehran ga bikin bom atom.
Tapi Trump tolak penilaian itu. “Ga peduli sama omongannya,” katanya Selasa lalu. Baginya, Iran “sangat dekat” punya senjata nuklir.
Trump bukan satu-satunya yang meragukan laporan 2025. “Ini tolol banget,” kata Elliott Abrams, pejabat AS urusan Iran dan Venezuela di masa Trump. “Ga ada negara yang perak uranium sampe 60% (kaya Iran) tanpa bikin senjata nuklir.”
Dia juga sebut kekhawatiran Badan Energi Atom Internasional (IAEA) soal Iran yang ga kooperatif sama inspektor. IAEA baru nyatakan Iran langgar kewajiban non-proliferasi pertama kali dalam 20 tahun.
David Petraeus, mantan jenderal dan direktur CIA, bilang jelas Tehran “sangat dekat” bikin bom nuklir. “Lebih dekat dari sebelumnya,” katanya — meski pemimpin Iran mungkin belum putusin bikin.
“Kita selalu bilang ga akan biarin mereka punya senjata nuklir, dan kita bakal tau kalo mereka perak sampe level senjata,” katanya ke Financial Times. “Tapi ini bukan hal yang bisa dianggep baik-baik aja. Harus siapin skenario terburuk.”
Suzanne Maloney, mantan penasihat Departemen Luar Negeri AS, bilang program pengayaan uranium Iran sejak 2002 punya ciri-ciri buat keperluan militer, bukan energi sipil.
Tapi klaim Trump bahwa Tehran tinggal “beberapa minggu” dapat senjata nuklir bikin ahli kaget.
“Yang saya khawatirin… presiden loncat ke kesimpulan yang ga masuk akal, tapi ga didukung intelijen,” kata Maloney.
Kekhawatiran ini makin besar karena cara Trump buat keputusan. “Presiden kayaknya lebih ikutin perasaannya daripada nasihat penasihat ahli,” katanya.
Beberapa analis takut Trump terlalu pengaruh sama Benjamin Netanyahu, PM Israel, yang bilang Iran punya rencana rahasia bikin senjata dari uranium.
Yang skeptis juga heran apakah Trump paham suasana hati pemilih AS, yang banyak dukung janjinya buat akhiri “perang selamanya”.
“Perang Irak dan Afghanistan jadi pelajaran,” kata Petraeus.
Perdebatan soal senjata pemusnah massal Irak terjadi dua tahun setelah 9/11, waktu warga AS lebih bersatu lawan musuh. Sekarang opini soal intervensi militer lebih terpecah.
Kelanic bilang dulu Presiden George W Bush butuh 18 bulan buat yakinkan publik dan minta izin Kongres. “Bedanya sekarang semuanya berjalan lebih cepat.”
Kecepatan ini juga bikin ketegangan antara Trump dan pendukung isolasionis di kubu Maga, terutama Carlson.
Beberapa mantan pendukung Trump bilang dia khianati prinsip “America First” dengan kebijakan luar negeri mirip “neokonservatif” lama — dukung Israel tanpa syarat, ganti rezim negara musuh, dan bertindak unilateral.
Ketegangan ini muncul waktu Carlson wawancara viral sama Ted Cruz, senator Republik pendukung Trump yang bilang AS harus bantu Israel lawan Iran.
“Saya mau hentiin orang gila yang bisa bunuh jutaan orang Amerika dengan senjata nuklir,” kata Cruz. “Kamu bilang itu ga untungin AS. Itu aneh…”
**Isolasionisme.**
**Rekomendasi**
Carlson menanggapi dengan mengejek kredensil kebijakan luar negeri Cruz dan bilang dia “nggak tau apa-apa tentang negara yang pemerintahannya lu mau gulingin.”
Meski beberapa dalam koalisi pendukung Trump was-was dengan perubahan arah presiden tentang Iran, yang lain bilang salah kalau dibilang dia tiba-tiba jadi neokonservatif.
“Kalo lo balik ke hampir tepat 10 tahun lalu, 6 Juni 2015, waktu dia turun eskalator dan umumkan pencalonannya… dia bilang Iran nggak boleh punya senjata nuklir,” kata Abrams, yang sendiri dianggap salah satu neokons terkemuka di era Bush. “Dia selalu konsisten soal ini.”