Perjalanan Matt Ebert Membangun Empire Bengkel Mobil
Ketika Matt Ebert berbicara tentang kerajaan bengkel perbaikan mobilnya, ia melakukannya dengan rendah hati, seperti awal perjalanannya.
CEO dari Crash Champions, yang menghasilkan pendapatan $2,75 miliar tahun lalu, berasal dari kota kecil di Indiana. Di sana, gelar kuliah bukanlah hal yang pasti atau diharapkan.
"Kami tidak punya banyak dari segi keuangan," katanya pada Fortune. "Kuliah dan rencana karir besar tidak pernah dibicarakan di keluargaku."
Ebert punya semangat wirausaha dan mulai memotong rumput orang sejak usia 10 atau 11 tahun. Tapi minat sebenarnya adalah mobil—dia tidak sabar untuk membuka kap mesin mobil pertamanya, ganti oli, dan lepas rodanya.
"Bagiku, mobil berarti kebebasan," kenangnya. "Aku masih ingat pertama kali naik mobil sendirian, berpikir aku bisa pergi ke mana saja."
Tapi di usia 16 tahun, dia merusak mobil pertamanya: Ford EXP dua kursi. Tidak mau klaim asuransi atau dibatalkan polisnya, dia datangi montir lokal dan minta diajari memperbaiki mobilnya. Montir itu setuju—dan itu awal karir Ebert di dunia perbaikan mobil.
Courtesy Crash Champions
Pekerjaan Bernilai Enam Angka Tanpa Gelar
Setelah lulus SMA, Ebert bekerja dengan montir itu, masuk ke industri ini "secara tidak sengaja." Sekarang, ia memimpin perusahaan dengan pertumbuhan pendapatan 130x sejak 2019 dan mempekerjakan lebih dari 10.000 orang.
Seperti Ebert, 83% pekerjanya tidak punya gelar kuliah.
"Aku sukses tanpa kuliah," katanya. "Aku tidak anti-kuliah, tapi itu bukan kesempatan untuk semua orang."
Crash Champions lebih dulu mempekerjakan orang tanpa gelar sarjana. Meski kuliah dulu dianggap sebagai tiket sukses, generasi muda sekarang sadar itu bukan satu-satunya jalan. Banyak Gen Z memilih kerja serabutan tanpa beban utang kuliah—bahkan ada yang penghasilannya lebih dari enam angka.
Di Crash Champions, teknisi bisa dapat lebih dari $100.000 per tahun. Sementara, gaji rata-rata pekerja AS sekitar $62.000 per tahun—artinya pekerja mereka dapat 1,6 kali lipat lebih banyak.
"Kami anggap kuliah sebagai bonus, bukan syarat," ujar Ebert. Tapi ada posisi tertentu yang butuh gelar, seperti kontroler atau kepala bagian hukum.
Meski tidak memerlukan gelar untuk sebagian besar pekerjaan, Crash Champions fokus pada pembelajaran terus-menerus. Mereka punya program kepemimpinan tentang budaya, keuangan, komunikasi, dan manajemen tim. Ribuan karyawan sudah ikut program ini.
Courtesy Crash Champions
"Kami bisa rekrut teknisi terbaik, tapi kalau mereka kerja di bawah manajer buruk, mereka akan pergi," kata Ebert.
Mereka juga punya program magang untuk melatih teknisi dari nol. Peserta diajar oleh tim selama beberapa tahun sebelum bekerja mandiri.
Kisah Pertumbuhan Crash Champions
Ebert mengakui keberhasilan perusahaannya berkat para karyawan.
"Kunci suksesku adalah dikelilingi orang yang lebih pintar dan lebih berpengalaman," ujarnya.
Tapi Ebert tetap otak di balik perusahaan ini. Setelah SMA, ia pindah ke pinggiran Chicago, tinggal bersama kakek-neneknya, dan kerja di bengkel. Saat itu, ia ingin buka usaha sendiri, tapi sadar itu sulit karena ia masih muda dan tidak punya koneksi.
Dengan semangat wirausaha, Ebert riset berbagai bisnis dan akhirnya buka waralaba Subway dengan pinjam $100.000 lewat kartu kredit. Sayangnya, lokasi pertama dan keduanya tidak untung.
Akhirnya, ia kembali ke dunia perbaikan mobil. Tahun 1999, di usia 26 tahun, ia buka bengkel bersama seorang montir lokal. Mitranya, yang 20 tahun lebih tua, pensiun di tahun 2014 dan jual bisnisnya ke Ebert.
Itulah awal Crash Champions, yang awalnya bernama Lennox (ambil nama kota di Illinois). Nama Crash Champions terinspirasi dari ide bahwa bengkel mereka adalah "pahlawan" setelah kecelakaan.
"Aku ingin bengkelnya bagus, menghilangkan stereotip buruk, dan jadi tempat yang nyaman untuk pelanggan dan pekerja," jelasnya.
Courtesy Crash Champions
Setelah mengambil alih bisnis, Ebert ekspansi dengan membeli sebuah bengkel yang hampir bangkrut. Dalam setahun, ia beli lokasi ketiga dan keempat.
Dia awalnya pakai pendanaan dari Small Business Administration, tapi saat mau ekspansi lebih besar, ia beralih ke private equity. Meski awalnya ragu, ia sadar butuh modal lebih untuk teknologi perbaikan mobil. Pandemi COVID-19 memaksa perubahan strategi, tapi Ebert juga melihat peluang untuk model bisnisnya di skala nasional.
Pertumbuhan besar Crash Champions terjadi di tahun 2021. Service King Collision, perusahaan perbaikan mobil lain, berkembang terlalu cepat dan membuat keputusan bisnis buruk, sehingga mengalami masalah keuangan. Utang mereka harus dibayar di 2022 tapi mereka tidak mampu. Pemegang obligasi, terutama Clearlake Capital, mungkin akan mengambil alih. Jadi, Ebert langsung hubungi Clearlake untuk menggabungkan bisnis Service King dengan Crash Champions agar perusahaannya makin besar.
Hasilnya, 330 dari total 650 lokasi Crash Champions saat ini berasal dari akuisisi itu. Pendapatan perusahaan melonjak dari $327.1 juta di 2021 jadi $2.1 miliar di 2022. Tahun ini, mereka memproyeksikan pendapatan sekitar $3 miliar dan berencana "tingkatkan pertumbuhan tahun depan," kata Ebert.
"Saya tidak mau berhenti sampai jadi nomor satu. Sekarang kami peringkat ketiga di negara ini," ujar Ebert, merujuk ke Caliber Collision dan Gerber Collision & Glass. "Masih banyak pertumbuhan buat perusahaan ini. Kami sedikit melambat dalam satu dua tahu terakhir karena berkembang terlalu cepat, dan kami ingin lebih siap untuk jadi lebih besar lagi."