Perusahaan obat Novo Nordisk hampir tau hasil dari sebuah taruhan besar. Para investor berharap ini bisa ubah masa depan perusahaan yang sedang kurang bagus. Mereka mau tau, apakah obat pelangsing mereka bisa dipakai untuk obati Alzheimer?
Sebelum hasil dua studi yang melibatkan ribuan orang dengan penyakit Alzheimer tahap awal keluar, seorang pejabat tinggi di Novo bilang kalau perusahaan selalu anggap percobaan ini seperti beli tiket lotre. Ini taruhan yang sangat berisiko, tapi hadiahnya bisa sangat besar dan mungkin bisa naikkin harga saham perusahaan dari Denmark itu.
Percobaan tahap 3—yang hasilnya akan keluar triwulan ini—fokus pada area yang sangat butuh bantuan: membantu obati sekitar 55 juta orang di seluruh dunia yang punya demensia.
Kelihatannya, kesempatan untuk sukses kecil banget: hampir semua obat percobaan untuk Alzheimer selalu gagal. Obat-obat yang berhasil masuk pasar beberapa tahun terakhir, dari perusahaan kayak Eisai, Biogen, dan Eli Lilly, cuma bisa memperlambat penurunan kemampuan kognitif. Sampai sekarang, belum ada yang bisa balikkan keadaan itu.
Walaupun begitu, beberapa pemegang saham mulai lihat percobaan ini—yang pakai versi sintetis dari hormon GLP-1 yang atur gula darah—dengan lebih positif.
Satu manajer dana kesehatan yang punya saham Novo bilang prospek ini “sangat menarik secara sains”. Dia sebut GLP-1, yang adalah bahan aktif dari Wegovy dan Ozempic, sebagai “obat ajaib”.
Sejauh ini, obat-obat itu sudah terbukti sangat sukses untuk obati diabetes dan obesitas, sementara studi-studi lain juga tunjukkan efek yang lebih luas, seperti mengurangi risiko serangan jantung dan stroke, serta memperbaiki fungsi ginjal.
Saham Novo Nordisk sudah turun lebih dari 55% dalam setahun terakhir. Ini karena ada hasil percobaan obat obesitas baru yang mengecewakan, kegagalan mereka untuk tetap unggul dari Eli Lilly di pasar AS, dan saingan dari obat obesitas tiruan yang lebih murah.
Manajer dana itu nambahin, karena saham perusahaan obat itu turun banyak, potensi untuk naik kalau ada berita bagus dari percobaan itu jadi lebih besar. “Risiko dan hadiahnya sudah pasti berubah,” katanya.
Para ilmuwan sudah teliti efek potensial GLP-1 pada otak sejak tahun 2000-an awal. Seorang profesor ilmu saraf di China yang bekerja untuk kembangkan obat Alzheimer dan Parkinson, mulai teliti hubungan ini sekitar tahun 2007.
Dia bilang awalnya Novo kurang tertarik dengan kemungkinan GLP-1 di ilmu saraf, bidang yang tidak ada produknya di perusahaan itu. Tapi pada tahun 2020, sebuah percobaan yang dia kerjakan tentang liraglutide, pendahulu semaglutide, “benar-benar ubah pikiran mereka” menurutnya. Studi tahap awal itu nemuin bahwa liraglutide memperlambat perkembangan penyakit pada pasien Alzheimer. “Hampir besoknya, Novo Nordisk umumkan dua percobaan besar ini,” ujarnya.
Perusahaan itu jalankan dua percobaan, masing-masing dengan 1.800 pasien dan berlangsung selama tiga tahun empat bulan, di 30 negara. Percobaannya rencananya selesai bulan September lalu lanjut ke analisis data. Profesor itu bilang, dalam bidang demensia, skala penelitian ini “sangat besar… Saya belum pernah lihat percobaan klinis kayak gitu sebelumnya, jadi ini akan kasih kita jawaban yang pasti”.
Novo Nordisk bilang keputusan untuk lakukan percobaan ini berdasarkan banyak studi dengan semaglutide dan obat GLP-1 lain, pada manusia dan hewan.
Kepala ilmuwan mereka bilang bukti yang dorong Novo untuk lakukan percobaan besar termasuk studi tentang rekam medis orang diabetes yang sudah minum semaglutide selama dua tahun. Studi ini nemuin penurunan diagnosis demensia sebanyak 53% — hasil yang “sangat signifikan secara statistik”. Studi lain pada orang yang minum semaglutide dalam periode sama nemuin penurunan risiko diagnosis demensia sebesar 21-43%.
Bahkan di antara mereka yang percaya semaglutide punya potensi untuk obati Alzheimer, ada perdebatan tentang cara kerjanya. Satu teori umum adalah GLP-1 bisa kurangi kelebihan gula di otak yang menurut beberapa orang picu peradangan, yang mempercepat penumpukan protein amyloid dan tau yang jadi ciri khas penyakit ini. Kelebihan gula ini bisa jadi salah satu alasan kenapa orang dengan obesitas atau diabetes lebih mungkin kena Alzheimer.
“Kalau kamu punya obesitas, risikonya kira-kira dua kali lipat lebih besar untuk dapat Alzheimer, dan kalau kamu punya diabetes, risikonya kira-kira tiga kali lipat. Sebagian dari ini diduga karena kontrol metabolik yang buruk di otak,” kata kepala ilmuwan itu.
Profesor ilmu saraf itu percaya peradangan adalah pusat dari penyakit ini dan bahwa plak amyloid, yang jadi target obat-obat yang ada untuk dibersihkan, “paling mungkin cuma efek samping” dan bukan bagian dari penyebab utamanya.
Tapi seorang profesor neuropsikiatri di London punya pendapat lain. Dia pegang bahwa amyloid dan tau adalah faktor penting yang sebabkan Alzheimer. Dia juga percaya penjelasan paling masuk akal untuk penurunan tajam diagnosis demensia pada pengguna semaglutide dalam hanya beberapa tahun adalah efek obat pada peradangan — salah satu penyebab utama penyakit ini.
“Ada efek yang sangat kuat dari obat-obat ini pada peradangan di seluruh tubuh,” katanya. “Kelihatannya juga ada efek spesifik pada peradangan saraf.”
Dia sedang jalankan studi untuk cari tau lebih banyak tentang efek GLP-1 pada otak. Dia bilak hipotesis lain perlu dipertimbangkan: mungkin obatnya kurangi kejadian stroke, yang adalah faktor risiko berkembangnya demensia, atau ubah level insulin, yang diduga berkontribusi pada penumpukan tau di otak.
Para ahli lain masih ragu dengan kesempatan untuk sukses. Seorang profesor di UCL bilang dia tidak percaya GLP-1 akan terbukti punya efek langsung yang ubah perjalanan penyakit Alzheimer.
“Jujur, saya tidak mengharapkan hasil yang positif. Itu prediksi saya, tapi setelah buat prediksi yang sangat jelas itu, saya harus bilang bahwa saya sudah sering salah,” ujarnya.
Dia pikir lebih mungkin kalau GLP-1 memang punya dampak pada demensia, itu akan karena efek sekunder seperti pengurangan kerusakan pada pembuluh darah. Menurut Alzheimer’s Society, setidaknya 70% orang dengan penyakit ini mungkin punya pembuluh darah yang rusak di otak.
Dia jelaskan bahwa perbaikan kesehatan masyarakat lain—seperti kontrol tekanan darah dan kolesterol yang lebih baik dan tingkat merokok yang lebih rendah—telah berkontribusi pada insiden demensia yang turun selama 30 tahun terakhir di negara-negara kaya. “Mungkin kasih orang obat agonis GLP-1 akan jadi faktor lain untuk memperbaiki kimia darah kamu, sehingga kamu dapat kurang kerusakan pembuluh darah dan kurang demensia,” katanya.
Namun, percobaan Novo fokus pada tahap penyakit yang berbeda: semua pesertanya sudah tunjukkan penumpukan amyloid pada pemindaian otak.
Kalau GLP-1 hanya bekerja pada mereka yang belum punya penumpukan ini, artinya mencegah Alzheimer sebelum mulai, maka percobaan ini akan terlihat seperti gagal.
Para ilmuwan dan investor akan pelajari detailnya ketika hasilnya diterbitkan untuk menilai pada siapa obat ini akan bekerja — dan karenanya seberapa besar pasarnya.
Kepala ilmuwan Novo bilang, dengan “kebutuhan yang sangat besar yang belum terpenuhi”, hasil apapun yang signifikan secara statistik akan “berarti secara klinis”.
Seorang analis di BMO Capital Markets percaya bahkan perbaikan kecil dibandingkan plasebo bisa naikkin saham Novo Nordisk sebesar 5 sampai 10 persen. “Terkadang taruhan yang peluangnya kecil tidak sepeli yang kamu kira,” ujarnya.