Foto via John Angelillo/UPI/Newscom
Wall Street baru sadar apa yang udah diketahui orang-orang yg pindah ke Florida cuma buat akhirnya benci kelembapan dan serangga besar: rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau.
Contohnya: Analis dari Goldman Sachs dan Bank of America minggu ini menaikkan prediksi target akhir tahun buat S&P 500. Ini tanda bahwa rotasi besar-besaran dari saham AS awal tahun ini karena takut perang dagang mungkin berlebihan.
BACA JUGA:
Samsung’s Foldable Phones Are Hungry for a Bite of Apple
dan
Linda Yaccarino Ducks Out of X’s New Grok Era
Meskipun "TACO Trade" mungkin jadi singkatan paling populer di Wall Street tahun ini, istilah lama "TINA" juga kembali populer. TINA artinya "There Is No Alternative [to US equities]." Tapi, TINA sempat bermasalah beberapa tahun terakhir karena obligasi terlihat lebih menarik di era suku bunga tinggi. Tapi perang dagang tahun ini bikin pasar obligasi sedikit tidak stabil.
Sementara itu, pembicaraan soal akhir "American Exceptionalism" mungkin agak berlebihan. Selama perang dagang, nilai perdagangan bulanan S&P 500 di Juni ($2,3 triliun) lebih dari tiga kali lipat Stoxx Europe 600 ($600 miliar), menurut analisis Bloomberg terbaru, saat indeks mencapai rekor tertinggi.
Bulan lalu, David Kostin, kepala strategi saham AS Goldman Sachs, bilang "TINA trade masih hidup dan sehat"—didorong oleh rekening pensiun dan perdagangan ritel, karena rumah tangga AS belanja saham secara besar-besaran, mengalokasikan rekor 49% aset keuangan mereka ke saham tahun ini.
Bank of America naikkan prediksi dari 5.600 jadi 6.300, sementara Goldman naikkan target dari 6.100 ke 6.600; Citigroup, Barclays, dan Deutsche Bank juga naikkan proyeksi mereka di Juni.
Goldman merujuk data inflasi terbaru dan survei perusahaan yang menunjukkan kenaikan tarif lebih rendah dari yang diperkirakan, plus kemungkinan pemotongan suku bunga.
Tidak Semuanya Mulus: Kenaikan pasar Juni dan kembalinya TINA trade sebenarnya tidak sepenuhnya positif—mungkin tanda bahwa antusiasme mulai berlebihan. Setidaknya itulah kesimpulan studi terbaru dari analis Bloomberg Intelligence, yang menemukan hanya 10% saham di S&P 500 yang mendorong kenaikan indeks sejak April, turun dari rata-rata 22% (2010–2024).
Analis Oppenheimer & Co. juga khawatir: "Partisipasi luas itu penting. Kenaikan pasar dengan kebanyakan saham ikut naik, besar maupun kecil, biasanya bertahan lama."
Artikel ini pertama muncul di The Daily Upside. Untuk analisis tajam seputar keuangan, ekonomi, dan pasar, berlangganan newsletter gratis The Daily Upside.