Mengapa Kesuksesan dengan AI Memerlukan Peningkatan Hubungan di Tempat Kerja

AI Akhirnya Memberikan Peningkatan Produktivitas yang Dijanjikan. Tapi Ada Hal Lain yang Perlahan Menghilang: Hubungan Kita.

Banyak percakapan tentang AI fokus pada hilangnya pekerjaan. Tapi penelitian baru dari Upwork Research Institute menunjukkan risiko lain yang kurang diperhatikan. AI memang mempercepat hasil kerja, tapi dengan cost emosional dan relasional. Ada kurangnya kepercayaan dan kejelasan dari pemimpin.

Biaya Tersembunyi dari Produktivitas AI

Survei global Upwork terhadap 2.500 eksekutif, karyawan, dan freelancer membuktikan: AI memberikan hasil nyata. Karyawan melaporkan peningkatan produktivitas 40%, dan 77% pemimpin melihat manfaat AI dalam setahun terakhir.

Tapi, pekerja yang paling produktif berkat AI juga paling berisiko. Dari pengguna AI terbaik, 88% merasa burnout, dan 2x lebih mungkin ingin berhenti. Mereka juga merasa tidak terhubung dengan strategi AI perusahaan—62% tidak paham bagaimana penggunaan AI mereka sehari-hari sejalan dengan tujuan perusahaan.

Ini jadi tantangan besar bagi pemimpin. Tanpa integrasi yang bijak, AI bisa merusak kebersamaan tim dan kesejahteraan. Tidak cukup hanya mengadopsi AI—kita perlu mendesain ulang sistem kerja yang mendukung manusia di belakangnya.

Dampak emosionalnya mengejutkan:

  • 67% pengguna AI percaya pada AI lebih dari rekan kerja.
  • 64% merasa hubungan mereka dengan AI lebih baik daripada dengan manusia.
  • 85% lebih sopan ke AI daripada ke orang.

    Alat yang mempercepat produktivitas justru mengikis hubungan sosial.

    Bagaimana Efisiensi Menciptakan Keterpisahan

    Selama ini, kerja dioptimalkan untuk kecepatan—dipangkas meeting, tim diperkecil, dialog diganti dashboard. AI cocok dengan model ini, memberi hasil lebih banyak dengan gesekan lebih sedikit.

    Tapi, proses ini menghilangkan "perekat" yang menyatukan tim:

  • Onboarding terburu-buru.
  • Anggaran pelatihan dikurangi.
  • Manajer terlalu sibuk.
  • Percakapan asli diganti panduan templat.

    AI masuk ke ruang kosong itu—rapi, responsif, tidak menghakimi. Tidak heran pekerja lebih sopan ke AI daripada ke manusia.

    Bagi karyawan yang kelelahan, AI jadi tempat "aman" untuk berpikir. Wajar jika AI sekarang banyak dipakai untuk terapi dan teman. Tapi, ketika pengertian sintetis menggantikan hubungan manusia, dampaknya melampaui kesejahteraan individu—merusak inovasi, kepercayaan, dan kinerja tim.

    Bagaimana Freelancer Menunjukkan Jalan yang Lebih Baik

    Berbeda dengan karyawan tetap, freelancer lebih tangguh dalam menggunakan AI:

  • 9 dari 10 freelancer bilang AI berdampak positif.
  • 42% bisa lebih ahli di bidang tertentu.
  • 90% pakai AI untuk belajar skill baru.

    Sementara, hanya 30% karyawan tetap merasa AI membantu proyek baru. Sedikit yang dapat manfaat seperti gaji lebih tinggi atau promosi.

    Perbedaannya? Otonomi dan kepercayaan. Saat orang punya kontrol atas AI, mereka pakai untuk berkembang—bukan hanya bekerja lebih cepat.

    Permintaan untuk talenta melek AI juga melonjak. Di Upwork, pencarian profesional dengan skill AI naik 300% dalam 6 bulan. Freelancer umumnya pakai AI untuk augmentation (71%), bukan otomatisasi—menunjukkan preferensi untuk kolaborasi manusia-AI.

    Bagaimana Mendesain Ulang Kerja untuk Hubungan

    Agar AI tidak merusak hubungan manusia, pemimpin harus fokus pada desain ulang kerja—bukan sekadar adopsi teknologi.

    Beberapa langkah penting:

    1. Desain untuk timbal balik, bukan hanya efisiensi. Cari di mana interaksi manusia dihilangkan demi kecepatan. Apakah bimbingan mentor diganti panduan templat? Apakah masih ada ruang untuk diskusi terbuka?
    2. Perkuat peran manajer. Banyak manajer terlalu sibuk mengurus banyak orang tanpa waktu untuk melatih. Starbucks contohnya—mereka tambah asisten manajer agar pemimpin punya lebih banyak waktu untuk tim dan pelanggan.
    3. Ukur yang penting. Kepercayaan, psychological safety, dan kolaborasi harus diukur seperti KPI. Microsoft contoh bagus—mereka fokus pada kebahagiaan manusia, bukan sekadar engagement.
    4. Libatkan model hybrid. 48% pemimpin bisnis di Upwork sudah pakai freelancer untuk membantu transformasi AI. Mereka bisa jadi contoh cara sehat menggunakan AI.

      AI Bisa Memperkuat Hubungan—Jika Kita Mengizinkannya

      Risiko terbesar AI bukan kehilangan pekerjaan, tapi kehilangan hubungan. Orang tidak berhenti kerja karena takut otomatisasi—tapi karena merasa tidak didukung dan semakin sendirian.

      Jika AI menggantikan bukan hanya tugas tapi juga kepercayaan, hasilnya adalah:

  • Attrition meningkat.
  • Inovasi mandek.
  • Tim jadi individualis.

    Tapi jika kita desain kerja dengan sengaja—agar AI memperkuat manusia, bukan menggantikan—kita bisa ciptakan masa depan di mana teknologi memperdalam hubungan, bukan menghancurkannya.

    Produktivitas berkelanjutan bukan sekadar AI + manusia. Tapi AI + manusia + desain ulang kerja yang sengaja.

    Opini di atas adalah pandangan penulis dan tidak selalu mencerminkan pendapat Fortune.

MEMBACA  Pencari kerja di China mengubah Tinder menjadi alat jaringan