Buka gratis newsletter White House Watch
Panduan kamu buat ngerti arti masa jabatan kedua Trump buat Washington, bisnis, dan dunia
Serangan tiba-tiba Israel ke Iran bisa ganggu pasokan minyak di Timur Tengah, jadi keputusan Opec+ nambah produksi minyak mentah jadi sorotan.
Kelompok produsen yang dipimpin Arab Saudi bikin kejutan di pasar minyak tahun ini dengan percepat kembalinya produksi yang sempat dihentikan, padahal harga minyak turun. Ini bikin orang berpikir mungkin kartel ini merespons tekanan Gedung Putih buat naikin produksi jelang konflik sama Iran.
AS udah ngadain beberapa kali perundingan nuklir sama Iran, tapi Presiden Donald Trump juga bilang dia bakal pertimbangin opsi militer kalo diplomasi gagal, sementara Israel terang-terangan mendukung serangan.
“Gua yakin banget Trump minta Saudi ngepom lebih banyak minyak buat hadapin tiga masalah besarnya: Iran, Rusia, sama inflasi,” kata Bob McNally, mantan penasihat Presiden George W Bush dan sekarang kepala Rapidan Energy Group.
Tapi, gak masuk akal kalo bilang permintaan ini biar serangan bisa terjadi.”
Pejabat di Riyadh sadar banget ngepom lebih banyak minyak bakal bikin Trump seneng, yang bulan Januari bilang bakal minta Arab Saudi dan OPEC buat “turunin harga minyak”.
Tapi analis dan trader bilang produsen punya alasan sendiri buat mulai kurangi pemotongan produksi, terlepas dari kejadian geopolitik.
Setelah nahan pasokan hampir tiga tahun buat naikkin harga, pembatasan produksi udah gak berdampak besar lagi. Jadi masuk akal buat mulai pulihin produksi biar bisa rebut pangsa pasar.
Beberapa anggota OPEC+, terutama Kazakhstan, udah ngepom melebihi kuotanya. Ini bikin Arab Saudi kesel, karena mereka eksportir terbesar dan pemimpin de facto kelompok ini. Saudi udah nanggung sebagian besar pembatasan, dengan turunin produksinya sampai 2 juta barel per hari — sekitar 2% dari total pasokan dunia.
Meski AS nerapin kampanye “tekanan maksimal” ke Iran — termasuk ancaman Trump buat lebih batasi ekspor minyak Iran — Riyadh enggan ngepom lebih banyak minyak sebelum ada gangguan.
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman diam-diam bilang ke orang-orang bahwa kerajaan gak bakal ulang kesalahan tahun 2018, waktu Trump bujuk OPEC+ naikkin produksi sebelum pembatasan ekspor Tehran, eh taunya presiden AS malah kasih keringanan ke banyak importir minyak Iran.
Langkah itu bikin harga minyak anjlok sampai di bawah $50 per barel bulan Desember tahun itu — jauh di bawah harga impas buat banyak negara produsen.
Arab Saudi masih ingat kejadian itu dan Abdulaziz bersikeras gak bakal ulang kesalahan yang sama, kata orang yang tau masalah ini. Kementerian Energi Saudi gak respon permintaan komentar.
Kalo langkah produksi terbaru Saudi respon ke AS, mungkin lebih terkait usaha kerajaan buat dapetin akses teknologi Amerika daripada masalah Iran, kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global RBC Capital Markets.
Trump puji Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman waktu kunjungan ke Arab Saudi bulan lalu.
“Meski banyak yang nolak anggapan ada kesepakatan ‘pompa buat Trump’, Riyadh pulang dari kunjungan Trump dengan banyak keuntungan buat pengembangan AI, program nuklir sipil, dan sektor pertahanan mereka,” kata Croft. “Mereka pasti dapat status negara favorit di Washington.”
Tapi, lonjakan besar harga minyak hari Jumat setelah serangan Israel ke Iran bakal batasin opsi Trump hadapi isu geopolitik lain dan bikin khawatir bisa picu inflasi AS, kata analis.
“Tambahan pasokan OPEC+ bikin ruang buat gangguan pasukan yang mungkin terjadi setelah serangan Israel ke Iran. Dan mungkin juga buat sanksi baru ke Rusia. Tapi gak cukup ruang buat keduanya,” kata Kevin Book, kepala ClearView Energy Partners di Washington.
Dia bilang Trump bisa pakai Cadangan Minyak Strategis AS, stok darurat terbesar dunia, kalo kenaikan harga minyak berlarut atau pasokan Timur Tengah terganggu.
SPR punya sekitar 400 juta barel, jauh di bawah kapasitas 727 juta barel, setelah pengurangan sama mantan Presiden Joe Biden buat batasi kenaikan harga setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Trump juga bisa minta Saudi ngepom lebih banyak lagi, meski ini bakal bikin Riyadh dalam posisi sulit. Iran adalah anggota asli OPEC dan kerajaan bakal hati-hati supaya gak ganggu perdamaian antara Iran dan tetangga Arabnya di Teluk, kata analis.
“Presiden biasanya ngapain kalo harga minyak naik? Pertama, angkat telepon dan nelpon Arab Saudi. Tapi Riyadh dan anggota OPEC+ lain kemungkinan bakal respon dengan hati-hati,” kata McNally dari Rapidan.