Justin, mahasiswa PhD asal Cina di universitas Ivy League, tadinya ingin tinggal di AS tapi sekarang umur 25 tahun dia ubah pikiran karena aturan ketat untuk imigran dan akademisi. Dia mikir buat kuliah di negara lain.
Minggu ini, Washington suruh kedutaan AS tunda proses visa pelajar asing sambil cek aktivitas media sosial mereka.
Marco Rubio, menteri luar negeri, janji akan “cabut visa pelajar Cina” terutama yang belajar bidang penting atau terkait partai Komunis.
Komentar Rubio bagian dari tindakan terhadap akademisi dan pelajar asing, khususnya dari Cina. Kata analis, ini merusak reputasi AS sebagai tujuan aman buat studi dan bikin banyak orang cari alternatif di negara lain.
“Kalau pemerintah buat aturan begini… biar sentimen anti-asing terus terjadi, nanti bisa ada insiden besar anti-Cina,” kata Justin yang minta hanya nama depannya dipake.
Dia tambahin lagi kalau dia pertimbangin Oxford sama Cambridge di UK sebagai “Plan B”. “AS sekarang bukan tempat ideal buat riset sains,” ujarnya.
Jumlah pelajar Cina di kampus AS turun drastis sejak pandemi, salah satunya karena program “China Initiative” zaman Trump yang tuduh akademisi jadi mata-mata.
Tahun lalu, pelajar Cina di AS total 277.000, turun 4% dari tahun sebelumnya dan 26% dari 373.000 di 2019-20. Tapi total pelajar internasional di AS malah naik ke rekor 1,1 juta.
Industri pendidikan hadapi tantangan struktural, kata Julian Fisher dari Venture Education di Beijing.
Orang tua di Cina sekarang lebih pilih-pilih, cuma mau kampus top. Saingan juga makin ketat dari Hong Kong sama Singapura. Penurunan demografi di Cina juga bikin jumlah calon pelajar turun.
“Pertanyaan besarnya apa kita udah lewat puncak jumlah pelajar Cina di luar negeri,” kata Fisher, sambil bilang kebijakan Trump bisa percepat tren ini.
Sejak aturan baru diumumin, minat “kuliah di AS” di mesin pencari Baidu turun ke 65% dibanding tahun lalu, menurut data Baidu Index.
Australia jadi tujuan favorit, disusul Singapura dan UK, kata analisis itu.
Frida Cai dari Ivyray Edu bilang beberapa klien sekarang pertimbangin UK, Hong Kong, atau Australia. Mereka juga saranin hati-hati posting di medsos kalo ngajuin visa AS.
Di Hong Kong, kebijakan Trump bikin orang tua kurang percaya diri, kata Will Kwong dari AAS Education.
“Kecuali punya keluarga di AS, minat pasar turun banyak,” ujarnya. Kwong bantu siswa siapin “Plan B” ke UK atau Australia.
Minat pelajar Hong Kong ke AS udah turun drastis ke 25% dari sebelum pandemi, terutama yang minat teknologi, AI, penerbangan, dan teknik.
Beijing sebut kebijakan AS bukti “kemunafikan” di balik janji kebebasan dan keterbukaan Washington.
“Ini cuma akan rusak citra internasional dan kredibilitas AS,” kata kementerian luar negeri soal ancaman Rubio.
Komentar ini sejalan dengan upaya Xi Jinping promosi sistem otoriter Cina sebagai model pembangunan, sambil berusaha tarik lebih banyak pelajar dari negara berkembang.
Di medsos Cina, banyak pelajar marah dan bingung.
Seorang pelajar yang mau mulai S2 desain di Harvard cerita visa studinya awalnya disetujui kedutaan AS di Beijing, tapi besoknya dibilang ditolak karena Harvard kehilangan sertifikasi pertukaran pelajar. Setelah pengadilan blokir larangan, visanya akhirnya dikeluarin.
“Apa aku khawatir? Ya jelas. Kebijakan baru tiap hari, gak bisa ditebak,” kata pelajar itu yang enggan disebut namanya. Buat yang mau kuliah tahun depan, dia saranin: “Siapin plan cadangan.”
Tapi di kedutaan AS Beijing minggu ini, beberapa pelajar yang jadwal wawancara visanya udah diatur sebelum penundaan terbaru tetap optimis bisa ke AS.
Salah satunya Austin yang akan lanjut S2 teknik komputer di NYU. “Sumber daya dan pengajar di NYU bagus,” katanya.
Tapi dia selalu bawa paspor di AS untuk jaga-jaga kena stop petugas imigrasi di jalan. Risiko dideportasi atau visa dicabut selalu ada.
“Aku rasa hal seperti ini akan lebih sering terjadi di bawah Trump,” ujarnya.