Harta paling berharga PepsiCo (PEP) tidak secemerlang dulu lagi.
Seorang analis bernama Nik Modi dari RBC Capital menulis bahwa tantangan terbesar perusahaan ini adalah divisi camilan Frito-Lay, bukan masalah minuman atau pengurangan biaya.
Modi bilang Frito-Lay punya 3 masalah utama: 1) masalah harga, 2) kurang kuat di bagian camilan yang lagi tumbuh, dan 3) kurang punya produk yang kaya protein. Memperbaiki ini butuh waktu, uang, dan bisa aja bikin laba per saham (EPS) jadi lebih kecil.
Sejak awal tahun ini, saham Pepsi turun hampir 6%, sedangkan indeks S&P 500 naik 14%.
Pendapat hati-hati Modi ini muncul saat PepsiCo berhadapan dengan tekanan dari investor aktivis. Elliott Investment Management baru saja beli saham PepsiCo senilai $4 miliar dan mendorong inovasi serta efisiensi. Mereka bilang perubahan ini bisa naikkin harga saham Pepsi sampai 50%.
Walaupun langkah itu bisa bikin uang tunai lebih banyak, Modi berpendapat itu tidak menyelesaikan masalah utama Pepsi: permintaan camilan yang lemah.
Dia bilang divisi Frito-Lay dulu dianggap sebagai aset terbaik di industri barang konsumsi. Tapi, volume penjualannya tidak naik selama dua tahun terakhir. Konsumen juga mulai ogah beli karena harganya naik terlalu banyak.
Masalah terbesar Frito-Lay adalah masalah harga yang terjangkau, terutama untuk konsumen berpenghasilan rendah dan menengah. Penjualan kemasan keluarga turun paling banyak, sedangkan kemasan kecil masih tumbuh. Ini artinya konsumen masih mau beli keripik mereka, tapi lebih hati-hati.
Sebuah survei menunjukkan bahwa kenaikan harga adalah alasan nomor satu konsumen berhenti beli keripik.
Masalah lain Pepsi adalah fokusnya yang terlalu besar pada camilan asin, yang mencakup 90% dari volume Frito-Lay. Ini jadi hambatan karena sekarang orang lebih milih camilan sehat seperti bar, daging, dan makanan kaya protein. Camilan berbasis protein sekarang udah 13% dari rak camilan, tapi bagian Pepsi cuma 1%.
Jadi, Pepsi punya pilihan sulit: turunin harga dan rugi di dekat, atau kehilangan pelanggan ke pesaing seperti Mondelez (pembuat Oreo) dan Campbell’s (pembuat Goldfish).
Modi bilang, menurunkan harga di divisi camangan akan bikin laba turun, tapi investor akan lihat itu sebagai langkah yang baik untuk mendongkrak pertumbuhan volume.
Sementara itu, unit minuman Pepsi juga punya masalah sendiri. Mereka terus kalah saing dari Coca-Cola (KO). RBC sarankan untuk menjual kembali operasi botol di Amerika Utara. Tapi, masa depan di bisnis camilan tetap jadi kunci.
Seorang analis lain, Robert Ottenstein, juga punya pendapat yang mirip.
Dia bilang, walaupun saham PEP kelihatan murah dan mungkin udah di titik terendah, dia khawatir harganya akan diam saja sampai ada pertumbuhan di AS. Itu tergantung pada kesuksesan inovasi produk sehat, termasuk camilan protein dan kemasan praktis.
Ottenstein mencatat bahwa Pepsi, yang dulu dikenal selalu melebihi perkiraan, sudah beberapa kali turunin panduan sejak 2024. Ini karena permintaan konsumen lemah, obat pelangsing GLP-1, tarif, dan pengurangan bantuan makanan.
Sama seperti Modi, Ottenstein juga bahas debat soal penjualan operasi botol yang didorong Elliott. Dia bilang investor bisa harapkan detail lebih lanjut ketika Pepsi laporkan laba kuartal III minggu depan.