Salah satu misteri terbesar di balik rencana tarif Presiden Trump adalah, di manakah inflasinya?
Setelah semua tarif baru ini diberlakukan—yang terbaru adalah semua impor ke AS dari India akan kena tarif 50% mulai hari ini—rata-rata tarif efektif akan menjadi sekitar 15%. Perkiraannya beda-beda. Pantheon Macroeconomics bilang bahkan sampai 19%. Sebelum Trump, tarifnya cuma 2,4%.
Tapi, inflasi saat ini cuma 2,7%. Meskipun sedang naik, lajunya tidak terlalu cepat. Inflasinya justru tidak terlihat.
Analis Wall Street sudah lama bingung dengan hal ini. Pastinya, kalau pemerintah naikin harga banyak barang, inflasi harusnya ikut naik, kan?
Henry Allen dari Deutsche Bank menerbitkan catatan riset kemarin yang bilang bahwa inflasi memang akan mengikuti, dan pasar meremehkan efeknya. Dia tunjukin korelasi antara harga yang dibayar di indikator ISM jasa. Survey ini cukup sempit dan ngukur apa yang dibayar perusahaan jasa untuk barang. Tapi yang aneh, indikator ini bergerak sangat mirip dengan Indeks Harga Konsumen (CPI), cuma CPI biasanya terlambat 3 bulan dari ISM jasa. Jadi, survey ISM sering meramalkan inflasi untuk 3 bulan ke depan. Saat ini, angganya menunjukkan di atas 4%:
"Komponen harga yang dibayar itu naik ke 69,9 di Juli, yang tertinggi sejak Oktober 2022, saat CPI masih di atas 7% dan Fed menaikkan suku bunga 75bps per pertemuan untuk menurunkannya. Mengingat korelasi yang erat antara keduanya, kita bisa lihat bahwa komponen harga yang dibayar sekitar 70 seringnya sesuai dengan inflasi CPI di atas 4%," tulis catatan Allen.
Konsumen juga berpikir inflasi yang lebih tinggi akan datang. Survey ekspektasi inflasi terbaru dari The Conference Board, yang nanya orang-orang perkiraan inflasi 12 bulan ke depan, naik 0,5 poin persentase jadi 6,2%.
Lawrence Werther dan Brendan Stuart dari Daiwa Capital Markets bilang "ketidakpastian seputar agenda tarif variabel pemerintahan Trump sekali lagi menjadi perhatian utama bagi responden survey pada bulan Agustus," dalam sebuah catatan yang dilihhat Fortune.
Allen dari Deutsche Bank berargumen bahwa investor sepertinya mengabaikan data ini. Dia tunjukin pasar inflation swaps, tempat investor bertaruh pada tingkat inflasi masa depan. "Inflation swaps tidak memprediksi ini sama sekali," katanya, sambil nunjukin bahwa swap 1-tahun tidak banyak bergerak sejak awal April, ketika Trump meluncurkan perang dagang.
"Ini sangat mengejutkan ketika kamu pertimbangkan bahwa dampak tarif masih akan terus berlanjut. Pertama, karena butuh waktu untuk tarif sampai ke harga konsumen. Kedua, data yang kita punya baru sampai Juli, dan beberapa tarif lagi diberlakukan setelahnya di Agustus, seperti 50% untuk tembaga dan kenaikan jadi 35% untuk Kanada. Ketiga, pemerintahan bilang masih akan ada tarif lagi, dengan review untuk semikonduktor, farmasi, dan mineral kritikal. Jadi heran kalau inflation swaps tidak memprediksi lebih banyak risiko inflasi," tulisnya.
Inilah cuplikan pasar sebelum bel pembukaan di New York:
- Futures S&P 500 datar pagi ini di pasar premarket, setelah indeks ditutup naik 0,41% kemarin.
- STOXX Europe 600 datar dalam perdagangan awal.
- FTSE 100 Inggris naik 0,11% dalam perdagangan awal.
- Nikkei 225 Jepang naik 0,33%.
- CSI 300 China turun 1,49%.
- KOSPI Korea Selatan naik 0,25%.
- Nifty 50 India turun 1,02% sebelum akhir sesi.
- Bitcoin naik ke $110,6K.
Memperkenalkan Fortune Global 500 2025, peringkat definitif untuk perusahaan-perusahaan terbesar di dunia. Eksplor daftar tahun ini.