Versi Bahasa Indonesia (Tingkat B1 dengan Beberapa Kesalahan/Ketik):
Di bulan Januari, aku merekomendasikan Robinhood Markets (NASDAQ: HOOD) sebagai saham yang bagus untuk investasi jangka panjang, meskipun banyak yang meragukan apakah perusahaan ini bisa lebih dari sekadar mengubah industri pialang. Saat itu, harganya sekitar $40 per saham, dan banyak orang masih tanya-tanya apakah bakal bertahan.
Enam bulan kemudian—belum termasuk jangka panjang—sahamnya sudah melonjak di atas $100, membuat kapitalisasi pasar-nya hampir mencapai $90 miliar. Itu artinya kenaikan 173% sejak awal tahun! Sekarang, mari kita lihat apa penyebabnya, prospek ke depan, risikonya, dan apakah masih layak dibeli.
Robinhood mencatat hasil Q1 2025 yang luar biasa, pendapatannya naik 50% jadi $927 juta. Pendapatan dari transaksi melonjak 77% ke $583 juta. Sementara itu, pendapatan bunga bersih—sumber kedua terbesarnya—naik 14% jadi $290 juta berkat aset penghasil bunga yang lebih besar.
Di kuartal ini, Robinhood juga dapat net deposit $2 miliar, mencapai rekor $18 miliar. Layanan berlangganannya, Robinhood Gold ($5/bulan atau $50/tahun), hampir double pelanggannya dari 1,7 juta jadi 3,2 juta.
CEO Robinhood Vlad Tenev bilang di laporan keuangan: "Nasabah tidak cuma trading lebih banyak, tapi juga mempercayakan lebih banyak aset mereka."
Laba bersihnya mencapai $336 juta, naik 114% dibanding tahun lalu.
Apa rencana Robinhood selanjutnya?
Mereka baru saja beli TradePMR (platform untuk penasihat investasi) seharga $300 juta dalam bentuk tunai dan saham. Ini langkah untuk masuk ke sektor wealth management.
Robinhood juga menyelesaikan akuisisi Bitstamp (bursa kripto tertua) seharga $200 juta untuk ekspansi di luar AS.
Tenev menjelaskan: "Target 10 tahun kami adalah jadi ekosistem finansial nomor 1 global. Artinya, dari hanya melayani ritel seperti sekarang, kami ingin juga melayani bisnis dan institusi, serta go international."
Saat ini, Robinhood punya 9 lini bisnis dengan pendapatan minimal $100 juta per tahun—hampir dua kali lipat dari dua tahun lalu. Mereka juga sedang kembangkan trading 24 jam, layanan 401(k), dan employee stock plan.
Masalah Potensial:
Walau bisnisnya solid dengan cash $2,2 miliar, sahamnya punya dua risiko: penipisan saham dan valuasi mahal.
Sejak IPO, jumlah saham beredar naik 5,6%, yang mengurangi kepemilikan investor. Tapi, share-based compensation sudah turun dari $871 juta (2023) jadi $304 juta (2024). Robinhood juga menambah buyback saham dari $1 miliar jadi $1,5 miliar.
Valuasi sahamnya sekarang 67x perkiraan laba ke depan—sangat tinggi untuk perusahaan yang masih fokus ekspansi.
Kesimpulan:
Robinhood punya potensi besar, apalagi 75% dari 25 juta akunnya dimiliki generasi milenial & Gen Z. Tapi, dengan harga saham di level tertinggi, mungkin bukan waktu terbaik untuk beli. Investor jangka panjang bisa hold atau dollar-cost averaging, tapi chase saham sekarang berisiko.
Catatan:
Tim analis Stock Advisor baru saja merilis 10 saham terbaik untuk dibeli sekarang… dan Robinhood nggak masuk list. Padahal, rekomendasi mereka seperti Netflix (2004) dan Nvidia (2005) pernah untung ratusan ribu persen!
Stock Advisor punya rata-rata return 1.040%—jauh di atas S&P 500 (182%). Lihat daftar 10 sahamnya di sini.
Data return per 21 Juli 2025.
Penulis: Collin Brantmeyer punya saham Robinhood. The Motley Fool tidak memegang saham apa pun. Baca kebijakan disclosure mereka.
Artikel ini awalnya terbit di The Motley Fool.