Wawancara dengan Ravi Kumar S dari Cognizant
Ravi Kumar S adalah pemimpin di Cognizant Technology Solutions, perusahaan yang punya sekitar 350.000 pekerja di bidang teknologi. Dia banyak memikirkan masa depan pekerjaan. Bedanya dengan pemimpin lain, dia percaya AI justru akan buka banyak kesempatan untuk pekerja pemula yang punya skill baru. Perusahaan dia juga sedang ubah cara mereka cari dan latih talenta.
Berikut adalah cuplikan wawancaranya dengan Fortune yang sudah disingkat.
Fortune: Banyak sekali informasi tentang AI. Bagaimana Anda memutuskan mana yang penting?
Kumar: Saya selalu uji ide-ide saya dulu di dalam perusahaan. Ini seperti percobaan. Kita bikin teori berdasarkan firasat dan pengalaman, lalu kita lihat datanya. Kita tidak perlu tunggu data sampai 100% karena akan terlambat. Yang penting, kita harus berani ubah asumsi kita karena dunia berubah sangat cepat. Menurut saya, era AI justru butuh lebih banyak lulusan sekolah.
Mengapa lebih banyak?
Banyak perusahaan punya struktur seperti piramida, dengan lulusan sekolah di bagian bawah. Piramida ini akan jadi lebih lebar dan lebih pendek, dan jalan untuk jadi ahli akan lebih cepat. Ini bisa terjadi jika sistem pendidikan kita fokus pada pembelajaran seumur hidup dan ajarkan cara pakai alat-alat AI. Tahun ini, kami akan rekrut lebih banyak lulusan sekolah daripada sebelumnya. Dengan alat AI yang tepat, mereka bisa bekerja dengan lebih efektif. AI itu penguat potensi manusia, bukan strategi untuk menggantikan manusia.
Lulusan seperti apa yang Anda cari?
Dulu, semakin kamu spesialis, nilaimu semakin tinggi. Sekarang, keahlian itu sudah ada di ujung jari kita. Jadi, keahlian khusus bukanlah keunggulan lagi. Kecerdasan juga bukan. Cara menerapkan kecerdasan itulah yang menjadi keunggulan.
Sekarang lebih baik fokus pada keterampilan lintas ilmu. Misalnya, seorang ahli sejarah bisa gabungkan ilmunya dengan keterampilan komputasi untuk jadi futuris. Atau, seorang ahli biologi bisa pecahkan masalah pengembangan obat dengan bantuan komputer.
Kami juga menciptakan departemen khusus untuk ‘pemecah masalah’. Sekarang, dengan bantuan mesin, akan ada keseimbangan antara ‘pemecah masalah’ dan ‘penemu masalah’ di perusahaan. Itu artinya, inti perusahaan akan lebih banyak diisi oleh orang dari bidang non-STEM, seperti antropolog, sosiolog, dan jurnalis, yang bisa menjadi penemu masalah yang lebih baik.
Kedengarannya Anda banyak mengandalkan firasat.
Mirip sekali. Banyak orang pikir AI akan menangani hal teknis, sementara manusia menangani hal kreatif. Saya justru berpikir sebaliknya: AI akan jadi alat kreatif, dan manusia akan fokus pada validasi dan verifikasi.
Jika revolusi digital membawa informasi ke ujung jari, maka AI membawa keahlian ke ujung jari. Jika sistem pendidikan kita bisa ajarkan cara pakai alat ini, produktivitas kita akan naik. Kenaikan produktivitas terakhir terjadi saat revolusi Internet.
Mengapa setelah itu produktivitas datar?
Karena kita pakai teknologi untuk menggantikan pekerjaan manusia, bukan memperkuatnya. Jika kita gunakan AI untuk meningkatkan produktivitas, dan hasilnya dibagikan secara merata, maka upah juga akan lebih terdistribusi.
Kami lihat nilai ujian siswa menurun dan lebih sedikit orang yang kuliah. Bagaimana AI bisa dijalankan dengan adil?
Saya sudah bilang, AI harus ada di tangan banyak orang. Dulu, keterampilan digital malah bikin jurang pemisah. Yang punya skill jadi makin kaya, yang cuma pakai dapatnya cuma kemudahan dan informasi. Kita harus pastikan AI tidak begitu.
Jadi, bagaimana Anda terapkan ini di Cognizant?
Salah satu percobaan kami adalah melihat peralihan karier di tengah jalan. Di perusahaan kami, ada beberapa ‘jalur renang’. Ada jalur untuk ahli teknologi dalam, dan ada jalur untuk orang yang aplikasikan teknologi ke bisnis. Orang yang sedang ganti karier bisa masuk ke jalur yang kedua.
Kami juga akan buka program magang dimana orang bisa bekerja, dapat gaji, dan belajar. Saya juga ingin bekerja sama dengan universitas untuk berikan sertifikat untuk pekerjaan ini. Setiap revolusi teknologi buka jalan baru. Dengan AI, kamu tidak perlu skill tinggi untuk akses mesinnya. Kami rasa ini bisa meratakan kesempatan.
Apa Anda merekrut dengan cara berbeda?
Ya, sekarang kami akan rekrut lulusan non-STEM. Saya datangi sekolah seni liberal dan community college. Kami punya program magang di 30 negara bagian. Intinya, kami mencoba banyak hal. Pertanyaannya, bisakah ini dilakukan dalam skala besar? Jawabannya, kami akan coba ulang dan perbaiki terus.
Bagaimana Anda ubah struktur perusahaannya?
Revolusi Industri menyatukan pekerjaan, tempat kerja, dan tenaga kerja. Sekarang, karena AI, ‘blueprint Hollywood’ jadi lebih mungkin.
Apa itu blueprint Hollywood?
Dulu, studio film punya segalanya: sutradara, aktor, bahkan bioskop. Semuanya terikat kontrak eksklusif. Sekarang, untuk satu proyek, sebuah studio bisa kumpulkan tim khusus, dan setelah selesai, tim itu bubar. Yang tetap cuma studionya (modal), sisanya fleksibel.
Dan itu yang dibutuhkan perusahaan karena AI?
Iya. Perusahaan punya banyak pengetahuan tradisi dan budaya yang susah diubah. Tapi, pengetahuan ini bisa kita masukkan ke dalam AI untuk ciptakan ‘agen’ yang memahami konteks perusahaan tersebut.
Jadi, agen AI untuk Starbucks akan beda dengan agen untuk kompetitornya. Dengan begini, ‘modal agen’ AI-nya yang jadi hal tetap yang pegang pengetahuan perusahaan, sementara manusia jadi bagian yang fleksibel, bisa datang dan pergi sesuai proyek.
Terkadang budaya perusahaan justru menghambat perubahan. Bagaimana Anda tantang pengetahuan tradisi yang mungkin sudah ketinggalan zaman?
Ini pertanyaan bagus. Keindahan sistem AI adalah kita bisa atur untuk kebutuhan masa depan. AI bisa menilai apa yang perlu diubah dengan objektif. Manusia lebih sulit berubah. Itulah sebabnya perusahaan besar butuh waktu lama untuk berubah.
Saya percaya kita akan lihat struktur yang cair: modal agen AI sebagai inti, sedikit tenaga manusia untuk awasi, sisanya variabel. Kamu bisa kumpulkan tim untuk satu tujuan, dan bubarkan setelah selesai.
Banyak dari model Hollywood itu bergantung pada pola pikir individu dan rasa aman. Bagaimana cara melibatkan generasi yang rindu akan stabilitas?
Sekarang ada empat generasi di tempat kerja. Tidak semua mau kerja dengan kecepatan tinggi dan hasil tidak pasti. Tapi, saya lihat ada orang muda dengan pengalaman 2-3 tahun yang bilang, "Jangan kasih kami tunjangan kesehatan, kasih saja uangnya, kami yang atur."
Saya pikir model Hollywood cocok untuk organisasi yang berbasis proyek, butuh kecepatan dan kreativitas tinggi.
Orang sekarang hidup lebih lama.
Ya, mereka akan punya banyak karier dalam satu masa hidup. Umur skill jadi lebih pendek. Kita harus siapkan dunia untuk masa depan itu. Model ini ‘membongkar’ pekerjaan jadi paket-paket modular, sehingga kamu bisa akses lebih banyak modal dan tenaga kerja.
Dari mana Anda dapat inspirasi terbesar saat ini?
Saya suka sekali menghubungkan informasi dari banyak bidang untuk dapat wawasan baru, yang dulu sangat sulit dilakukan. Sekarang, dengan AI, saya bisa tanyakan hal provokatif ke model AI, bikin hipotesis, dan hubungkan hal-hal dari disiplin ilmu yang berbeda, bahkan dari luar dan dalam perusahaan.
Apa gaya kepemimpinan Anda berubah?
Saya sekarang percaya perusahaan tidak bisa bekerja sendiri, harus terintegrasi dengan lingkungan. Kecepatannya jauh lebih tinggi, jadi kita harus bisa menyesuaikan diri dan mengecek ulang asumsi kita dengan lebih cepat. Dulu saya pikir fondasi itu sudah tetap. Sekarang, kita harus ubah jalur lebih cepat. Kita memimpin empat generasi dengan kebutuhan yang unik-unik. Perusahaan adalah platform terbesar untuk perubahan di masyarakat.