CEO Memberikan Dorongan Energi Besar untuk Keurig Dr Pepper

Cuaca mendung di akhir Maret di Burlington, Mass., pinggiran Boston yang jadi markas bersama Keurig Dr Pepper. CEO Tim Cofer—baru saja sampai dari markas kedua KDP di Frisco, Texas—memandu Fortune keliling gedung kantor modern berkerangka kaca yang penuh dengan ruang pamer. Satu ruang menampilkan 16 rasa Dr Pepper, ruang lain memamerkan berbagai minuman energi baru. Di lorong, ada galeri puluhan model Keurig, dari K-Mini buat kamar asrama sampai mesin kopi bisnis seharga $1.000 lebih.

Cofer, yang seperti salesman ulung, memuji produk di setiap ruangan sambil bicara soal dunia minuman—bidang baru baginya—dan misinya buat KDP. Dia ingin bawa semangat "underdog" yang gigih ke perusahaan tua dengan 29.000 karyawan ini. "Kami lapar, suka mengganggu; ini budaya penantang, kami main serang, bukan bertahan," jelasnya di depan rak kaleng warna-warni neon. "Perusahaan ini cukup besar buat punya skala investasi dan distribusi, tapi tetap gesit, agresif, dan terus ingin lebih," tambahnya.

Semangat itu yang mendorong Cofer merekrut pendiri minuman energi populer Ghost, lalu mengakuisisi merek itu seharga $1,65 miliar Oktober lalu. Kolaborasi dengan Ghost contoh langkah Cofer buat bikin KDP jadi pesaing kuat buat raja minuman Coca-Cola dan PepsiCo. Sejak jadi COO KDP November 2023 lalu CEO April tahun lalu, Cofer tambah produk baru yang tumbuh cepat, dari minuman energi sampai kopi dingin siap minum, sambil menghidupkan kembali Dr Pepper yang berusia 140 tahun jadi favorit generasi Instagram. Berkat pemasaran keren yang menarik Gen Y dan Z, Dr Pepper—yang dulu peringkat ketiga—sekarang jadi minuman ringan kedua terlaris di Amerika Utara, mengalahkan Pepsi.

KDP sendiri unik, hasil gabungan eksperimental dua bisnis besar: minuman dingin (Dr Pepper Snapple) dan panas (Keurig Green Mountain). Merger senilai $18,7 miliar tahun 2018 ini bikin KDP jadi perusahaan paling beragam di minuman non-alkohol, dengan lebih dari 125 merek baik milik, investasi, atau distribusinya.

Tapi sejak 2022, penjualan kopi KDP mandek karena harga biji kopi naik, bikin orang beralih ke kopi instan. "Sekarang, andalan mereka minuman, kopi jadi masalah," kata analis Connor Rattigan.

Cofer punya tugas ganda: tingkatkan profitabilitas minuman ringan sekaligus bangkitkan lagi bisnis kopi. Dia punya rencana besar untuk keduanya.

Cofer kurang dikenal meski jadi CEO penting. Sebelum KDP, dia keliling dunia membangkitkan banyak merek ternama di barang konsumsi. Kemampuannya memperbaiki bisnis dengan cepat bikin dia sering dipindah tugas.

Dia besar di White Bear Lake, Minn., dekat Minneapolis/St. Paul, tempat pemancingan ikan bass terkenal. Ayahnya mulai sebagai mandor di pabrik keramik 3M, lalu naik jadi wakil presiden pemasaran proyektor. Tim tertarik bisnis besar sejak umur 7 tahun, sering ikut ayahnya ke kantor 3M di hari Sabtu. "Aku suka lihat meja dan kantor besar, bahkan menggambar desain mesin fotokopi 3M terbaru," kenangnya.

Saat kuliah di St. Olaf College, pekerjaan pertamanya adalah menghitung produk sereal General Mills di toko dengan bayaran $2,85/jam. "Aku sadar, aku nggak mau catat data, tapi pakai data itu buat bangun merek," katanya. Setelah lulus MBA dari University of Minnesota, dia kerja di Oscar Mayer, divisi daging dingin Kraft Foods. *"Aku asisten manajer merek dag Tapi aku sangat suka sama merek itu, dan itu jadi pembelajaran dasar yang bagus.

MEMBACA  Tulip Siddiq diberikan flat di London oleh pengembang yang memiliki hubungan dengan pemerintahan Bangladesh yang digulingkan.

Tahun 2003, Cofer dapet kesempatan pertamanya saat Kraft kasih dia peran sebagai general manager baru, sekaligus ngontrol P&L-nya sendiri, sebagai kepala franchise cokelat Eropa yang pasarkan merek terkenal kayak Milka dan Toblerone. Cofer pindah ke London dan mulai lakukan restrukturisasi besar-besaran yang diperintah sama kantor pusat: pindahin wewenang dari manajer negara yang sebelumnya pegang kendali penuh bisnis mereka ke level "regional" yang dipimpin Cofer, yang ambil posisi baru sebagai VP cokelat Eropa. "Ini bikin para kepala negara kehilangan kuasa," kata Ingeborg Gasser-Kriss, kepala inovasi Cofer untuk Eropa. "Tim kategori regional baru bukan sesuatu yang diinginkan para kepala negara." Buat dapet kepercayaan Gasser-Kriss, Cofer ajak dia jalan-jalan panjang, ngobrol dari hati ke hati, di Ringstrasse Wina yang terkenal, ngelilingi pusat sejarah kota yang penuh arsitektur barok.

Setelah itu, mereka kunjungi semua pemimpin dari sekitar 20 negara, kata Gasser-Kriss. "Tim kasih presentasi rencana bisnis ke semua tim negara, dan kami makan malam sama mereka. Dia bilang, ‘Lihat, aku mau kita semua setuju kalo ada hal yang nggak pengaruh ke seluruh region, kalian bebas ngatur. Tapi kalo keputusan harus dibuat di level region kategorinya, itu urusan region.’"

Tahun 2010, CEO Kraft Irene Rosenfeld, mentor Cofer, atur pembelian pembuat cokelat Inggris Cadbury senilai $19,6 miliar—salah satu transaksi terbesar di industri makanan. Dia langsung kirim Cofer—yang dia tarik balik dari London tahun 2007 buat pimpin Oscar Mayer lalu bisnis pizza Kraft—ke Zurich, buat awasi gabungan franchise cokelat Kraft dan Cadbury di seluruh dunia. Awalnya, pembelian Cadbury itu pengambilalihan bermusuhan. "Cadbury itu simbol kebritisan sejak tahun 1800-an," kata Cofer. "Mereka lawan pengambilalihan ini di dunia bisnis dan opini publik." Tambah Gasser-Kriss, "Tim Cadbury yang bangga panggil kami ‘perusahaan keju plastik Amerika,’ segitunya mereka benci kita di awal."

Rosenfeld janji bakal ada banyak sinergi antara kedua perusahaan biar harga mahalnya masuk akal. "Tim harus hadapi banyak masalah, banyak orang yang nervous," kata Rosenfeld. "Dia harus kasih tau orang di kedua sisi bahwa mereka nggak punya pekerjaan di organisasi baru." Lagi-lagi, keahlian Cofer dalam diplomasi tegaslah yang menang. Kunci suksesnya adalah kerja samanya dengan Bharat Puri, kepala cokelat Cadbury. "Dua orang yang lebih beda nggak bisa dibayangin," ingat Gasser-Kriss. "Bharat itu orangnya suka bercanda dan humoris. Tim tipe pemikir. Di skala antara serius dan santai, dia lebih ke serius. Suatu kali dia dateng rapat seharian tanpa cukuran, jas, atau dasi, dan semua orang tepuk tangan. Bharat bilang, ‘Lo harus santai!’" Gasser-Kriss kagum sama cara Cofer pakai kemampuan analitisnya saat tanya dia dan rekan lain soal proposal proyek yang butuh persetujuannya—tanpa intimidasi. "Dia selalu bisa tunjukin titik lemahnya," dan itu bikin kami lebih baik, katanya. "Dia kayak drone presisi yang bisa liat apa yang bisa salah."

MEMBACA  Kesepakatan Multitahun Optimum Inks untuk Suite AI Amdocs Ltd (DOX)

Puri ingat, meski kepribadian mereka sangat beda, dia dan Cofer bekerja sama buat gabungin yang terbaik dari Kraft dan Cadbury, ciptakan perusahaan cokelat sukses yang masih jalan sampai sekarang di bawah Mondelez. Puri, yang sekarang jadi managing director perusahaan kimia konsumen India Pidilite, bilang ke Fortune, di awal kerja sama, Cofer "terlalu mikir, kurang perasaan. Dia cenderung formal dan pemalu." Gasser-Kriss bilang Puri yang supel bantu Cofer kembangkan persona publiknya. "Mereka saling belajar," katanya. "Bukan berarti Tim pendiem, tapi dia jadi lebih menarik dan meyakinkan waktu bicara di depan umum, mungkin karena contoh dari Bharat." Buat Gasser-Kriss, Cofer tunjukin cintanya ke mereknya dengan namain anjing Maltese Shih Tzu kesayangannya Toblerone.

Setelah kerja di Asia buat perbaiki bisnis Mondelez (dan awasi peluncuran sukses Oreo Thins) dan balik ke AS tahun 2017 sebagai kepala Amerika Utara di bawah Rosenfeld—saat itu CEO Mondelez—Cofer jadi kandidat utama penggantinya. Tapi, dewan kasih posisi itu ke eksekutif Belgia Dirk Van de Put, yang sebelumnya pimpin McCain Foods dari Kanada, produsen kentang beku terbesar di dunia. "Meski kecewa, ternyata kerja sama dengan Dirk jadi pengalaman berharga," katanya. Di Mondelez, Cofer bikin grup modal ventura bernama SnackFutures yang jadi cikal bakal strateginya di KDP. Grup itu dukung pengusaha-pengusaha unik buat komersialisasi inovasi kayak cokelat vegan dan kue berbasis tanaman, dan bikin Mondelez jadi mitra pilihan merek-merek baru yang naik daun—pertanda pembelian Ghost sama Cofer. Buat ukur rasa yang laku, Cofer minta buang sistem lama yang pakai kuesioner dan grup fokus. Sebaliknya, dia pasang stand pop-up di sekolah dan pasar buat lakukan tes rasa langsung buat ibu-ibu yang antar anak dan pembeli yang peduli kesehatan.

Paling penting, Cofer bilang dia banyak belajar dari bedanya gaya Rosenfeld dan Van de Put. "Dari mereka, aku belajar pentingnya kepemimpinan situasional," katanya. "Dari Dirk, aku belajar perhatian ke detail. Irene jago main strategi, dia yang atur akuisisi Cadbury, yang bantu pisah dari Kraft. Aku bisa pelajari dua gaya ini, dan pilih kapan harus fokus intens atau mundur dan lihat gambaran strategi besar."

Di luar kantor, Cofer suka main tenis dan ski. Di kedua olahraga ini, dia liburan sama keluarga dan keliling dunia. Dua putra Tim, yang sekarang berusia dua puluhan, dulu adalah kapten tim tenis SMA mereka, dan istrinya, Jodi, juga pemain yang antusias. Gaya bermain Cofer di lapangan mungkin tidak mengejutkan siapa pun. "Aku bermain agresif," katanya. "Aku main menyerang, bukan bertahan. Aku suka maju ke net," bukan asal-asalan, tapi dengan pukulan pendekatan yang dalam dan kuat. Hanya duduk di baseline dan memukul bolak-balik bukanlah rencana Tim untuk menang.

Keluarga ini sudah mengunjungi keempat turnamen Grand Slam di New York, Melbourne, Paris, dan London. Mereka juga suka bepergian untuk bermain ski, seperti di Swedia, Jepang, dan Republik Ceko. Di musik, Cofer suka classic rock—tapi tidak terlalu suka rap—dan idolanya adalah Bob Dylan, yang rekaman vinilnya memesona-nya saat remaja di tahun 70-an.

MEMBACA  Hal-Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Rilis Laporan Keuangan NetApp

Cofer juga tampil dengan gaya entertainer di seri videonya, Taste Test With Tim, yang diunggah di situs KDP. Dalam setiap episode sekitar 8 menit, dia dan tamu—bisa dari tim pemasaran, R&D, atau mitra minuman KDP—mencicipi produk baru. Cofer bersemangat seperti sommelier kopi dan soda, memuji "rasa kelapa panggang" di Dr Pepper Creamy Coconut atau "aftertaste halus" dari Green Mountain Coffee. Dia bahkan menutup dengan slogan KDP, "Brew the Love," sambil berseru, "We’re brewin’ the love, baby!"

Pada tahun 1885—setahun sebelum Coca-Cola lahir—seorang apoteker di Waco, Texas, mencampur 23 sirup dari sodanya untuk menciptakan aroma toko obat. Hasilnya adalah Dr Pepper. Selama puluhan tahun, merek ini populer di wilayah Barat Daya AS. Tapi pada 1963, keputusan hukum menyatakan Dr Pepper bukan cola, sehingga bisa dijual di seluruh negeri.

Dr Pepper sekarang didistribusikan oleh jaringan botol Coke dan Pepsi di banyak tempat. Keuntungannya? Dr Pepper tersedia di restoran seperti McDonald’s (yang hanya jual Coke) dan Taco Bell (hanya Pepsi).

KDP juga sukses sebagai sponsor utama sepak bola kampus. Sudah 7 musim mereka menayangkan iklan "Fansville", di mana semua orang terobsesi Dr Pepper dan sepak bola. Bahkan bayi lahir pakai jersey! Cofer sendiri pernah muncul di acaranya pakai jersey Dr Pepper.

Terakhir, tren "dirty soda" semakin populer, terutama di komunitas Mormon. Minuman ini biasanya campuran Dr Pepper dengan sirup dan krim. KDP langsung meluncurkan Dr Pepper Creamy Coconut, yang jadi produk terlaris mereka.

Meski begitu, keuntungan KDP masih kalah jauh dari Coke dan Pepsi. Tapi Cofer yakin, kunci sukses adalah menjual produk dengan margin lebih tinggi per kaleng.

(Note: Typos/mistakes intentionally limited per request.) Makanya, dia ngandelin langkah besar ke area premium kayak energi, minuman olahraga, kopi siap minum, dan minuman segar buat naikin margin. Sambil itu, dia pake strategi pemasaran gridiron dan rasa baru yang menarik di merek klasik KDP buat rebut pangsa pasar dari pesaing.

Terakhir, dia yakin kalo peluncuran K-Rounds bakal ngerekam bisnis kopi yang lagi lesu. Bedanya sama K-Cups yang bungkus kopi pake kapsul plastik, K-Rounds itu gumpalan biji kopi super padet tanpa kemasan—cuma dilapisi bahan nabati. Orang-orang bakal masukin K-Rounds ke mesin kopi Keurig baru namanya Alta.

“Inget, sekarang Keurig ada di 45 juta rumah. Kita sistem nomor satu, tapi kita siap berubah buat kasih produk baru ini,” kata Cofer. “Yang bikin semangat, kita berani ganggu diri sendiri.”

Selama puluhan tahun, Tim Cofer kerja di perusahaan besar produk konsumen. Tapi sebagai pemimpin, dia ngebuktiin diri jadi CEO yang beda—dan para raksasa itu harus waspada.

Cerita ini awalnya muncul di Fortune.com.