Ali Ghodsi, CEO dan pendiri perusahaan data intelijen Databricks, yakin startup-nya bisa masuk klub perusahaan bernilai triliunan dolar.
Pada Agustus, Ghodsi bilang ke Wall Street Journal bahwa Databricks punya “kesempatan untuk jadi perusahaan satu triliun dolar.” Di konferensi Fortune’s Brainstorm AI, dia jelaskan caranya dengan tiga area pertumbuhan.
Pertama, masuk ke pasar database transaksional, yang biasanya dikuasai perusahaan besar seperti Oracle. Awal tahun ini, Databricks meluncurkan Lakehouse, yang menggabungkan database tradisional dengan penyimpanan data modern.
Perusahaan juga tumbuh karena koding berbasis AI. “Lebih dari 80% database di Databricks dibuat oleh agen AI, bukan manusia,” kata Ghodsi. Saat developer pakai AI untuk “vibe coding”, aplikasi mereka otomatis butuh database, dan seringnya pilih platform Databricks.
“Itu faktor pertumbuhan besar untuk kami. Mungkin cuma dengan itu kami bisa capai satu triliun,” ujarnya.
Area pertumbuhan kedua adalah Agentbricks, platform untuk membuat agen AI yang bekerja dengan data khusus perusahaan.
Ghodsi memberi contoh Royal Bank of Canada, yang buat agen AI untuk analis riset. Agen ini bisa kumpulkan informasi perusahaan dan buat laporan riset dengan cepat.
Yang ketiga, yaitu membangun aplikasi di atas infrastruktur ini. Developer bisa pakai AI untuk bikin aplikasi yang jalan di Lakehouse dan didukung agen AI. “Itu tiga vektor baru untuk kami,” kata Ghodsi.
Ghodsi tidak sebut waktu pasti untuk capai tujuan satu triliun dolar. Saat ini, hanya beberapa perusahaan publik yang sudah mencapainya, seperti Apple, Microsoft, dan Nvidia.
Untuk mencapai itu, nilai Databricks harus naik sekitar tujuh kali lipat. Perjalanan ini mungkin termasuk IPO. Ghodsi bilang, “Kami akan go public suatu saat. Tapi bagi kami, itu bukan hal yang terlalu besar.”
Apakah perusahaan akan IPO tahun depan? Mungkin, jawab Ghodsi.