CEO Best Buy Khawatirkan Kesenjangan Daya Beli antara Kaya dan Miskin

Tidak seperti merek barang mewah misalnya Cartier atau Louis Vuitton, Best Buy harus bisa menarik perhatian semua orang di masyarakat. Pola belanja konsumen sejak pandemi, terutama perbedaan yang makin besar antara daya beli orang kaya dan yang kurang mampu di AS, membuat CEO toko elektronik ini khawatir.

“Kami lihat ada perbedaan antara yang berpenghasilan tinggi dan yang berpenghasilan rendah,” kata Corie Barry di acara Most Powerful Women summit Fortune hari Selasa di Washington, D.C. “Kalau saya pikirkan, itu mungkin hal yang buat saya susah tidur.”

Barry, yang jadi CEO sejak 2019, bilang kira-kira 60% dari produk domestik bruto bergantung pada belanja dari kelompok paling kaya di masyarakat AS. Itu dua kali lipat dari sebelum pandemi COVID. “Ini bikin pasar terasa kuat secara keseluruhan, tapi itu justru masalah, karena konsumen berpendapatan rendah benar-benar kesulitan,” lanjut dia. Kesulitan itu termasuk gagal bayar kredit dan susah menghadapi inflasi serta biaya perumahan yang mahal.

“Kapan pun seluruh ekonomi sangat bergantung pada sekelompok kecil orang, itu tidak baik untuk kesehatan ekonomi jangka panjang,” ujar Barry, yang perusahaanya mendapat pendapatan $43.5 miliar tahun lalu.

Solusi untuk Best Buy adalah dengan menawarkan lebih banyak pilihan barang yang lebih murah, supaya konsumen tetap bisa belanja di sana. “Bagaimana kita pastikan kami punya sesuatu untuk kamu, jadi jawabannya bukan, tidak, saya tidak mampu beli apa-apa?” kata Barry.

**Dampak Tarif**

Tentu saja, mendapatkan pilihan barang yang lebih luas itu jadi jauh lebih susah karena tarif yang dikenakan pada banyak negara oleh pemerintahan Trump sejak April. Dengan kurang dari 10% elektronik dunia yang dibuat di Amerika Serikat, Best Buy sangat rentan di antara para pengecer terhadap perang tarif yang terjadi. Barry bilang bahwa di awal tahun, sekitar 55% barang yang dijual Best Buy datang dari China, dan sekarang persentasenya sekitar 35%, dengan Meksiko dan AS mengambil bagian lebih besar.

MEMBACA  First Brands Tuduh Mantan CEO Gelapkan Jutaan hingga Miliaran Dolar

Satu hal yang Barry katakan ia pelajari dari krisis COVID adalah jujur pada karyawan, yang sekarang berjumlah 85.000 orang, tentang dampak dari peristiwa besar di luar kendali mereka. Yang penting, para eksekutif harus pastikan tidak ada keadaan siaga terus-menerus, sambil tetap waspada dan tanggap terhadap perubahan yang diperlukan dalam cara menjalankan bisnis.

“Mereka tidak bisa khawatir setiap hari tentang naik turunnya kebijakan geopolitik,” kata Barry. Di waktu yang sama, para eksekutif harus transparan dengan pasukannya. “Orang-orang kami berhak tau kenapa kami ambil keputusan seperti ini, dan kami sangat transparan.”