Bayangkan produk atau merk yang kamu pakai. Apa kamu mau bikin tato dari merk itu?
Itu lah tingkat semangat yang harus dibikin di industri game yang senilai $200 miliar. Visi yang jelas dan eksekusi yang bagus harus bekerja sama untuk bikin pengalaman yang disukai orang.
Tapi, sering banget proses kerja malah bikin tim lupa sama visi awal. Akhirnya, gamer dapat produk yang nggak sesuai dengan yang mereka butuhin apalagi yang mereka inginkan.
Kegagalan paling bahaya terjadi ketika pengukuran yang seharusnya bantu visi malah merusaknya. Ini sering nggak kelihatan di sistem yang dipake para pemimpin.
Coba bayangin skenario yang sempurna.
Kamu tunjukin visi untuk pengalaman baru ke audiens percobaan, dan mereka sangat antusias. Karyawan, sesama eksekutif, bahkan keluarga kamu, semua terinspirasi dan percaya visi ini akan majuin bisnis.
Kamu kumpulin orang-orang dan proses terbaik untuk membangunnya. Kamu bikin metode canggih untuk ukur perkembangan dan ambil keputusan. Sekarang, kamu tinggal percaya sama prosesnya. Setiap hari dipenuhi pikiran optimis tentang masa depan.
Sekarang lompat ke masa depan, mungkin sehari, seminggu, sebulan, atau setahun kemudian. Ketika pengguna lihat produknya untuk pertama kali, yang mereka lihat bukan lah visi yang dulu menginspirasi banyak orang untuk berhenti dari kerjaan mereka dan bergabung dengan kamu.
Produknya, secara nggak terduga, lebih jelek.
Visi, tim, dan proses yang sempurna sudah ada. Trus apa yang salah?
### Pengukuran yang semakin detil berubah jadi tujuan yang terpecah-pecah
Di balik hasil bisnis yang terukur (misalnya, jumlah pembelian, retensi, atau pangsa pasar) ada perjalanan pengguna. Memahami perilaku pengguna (misalnya, jumlah percobaan, waktu yang dihabiskan, atau jumlah tautan yang dibagi ke teman) dan perasaan mereka tentang pengalaman itu (misalnya, “Ini keren!” versus “Aku nggak akan balik lagi!”) sangat penting untuk mencapai hasil bisnis tertentu.
Sisi gelap dari pengukuran yang baik ini adalah, lama-kelamaan, jumlah pengukuran yang meningkat akan memecah tujuan yang harus dicapai tim dan individu. Tujuan yang terpecah-pecah ini akan menghasilkan apa saja kecuali satu visi yang utuh.
Dari atas ke bawah, pengukuran yang semakin detil ini kelihatannya selaras dengan ruang lingkup sebuah tim. Manager bisa merasa itu menguntungkan untuk menyetujui nya sebagai tujuan.
Tujuan yang terkait dengan karir pada dasarnya lebih memotivasi daripada tujuan yang terkait dengan visi produk secara keseluruhan. Ketika mencapai suatu tujuan adalah perbedaan antara review kinerja yang bagus dan yang biasa (atau tetap punya kerjaan!), maka pengukuran-sebagai-tujuan inilah yang akan orang-orang selesaikan, apalagi di bawah tekanan.
Itu wajar. Itu aman. Itu secara harfiah apa yang perusahaan bilang adalah hal yang berharga.
Tapi ketika produknya berkembang, peluang konflik juga ikut berkembang. Jika tim toko online punya tujuan pendapatan yang dilacak dengan pengukuran, mungkin kelihatan wajar untuk menggunakan cara yang sama ketika model langganan ditambahkan ke dalam pengalaman.
Namun, dalam prakteknya, pengukuran toko dan langganan yang kelihatannya selaras ini malah bersaing ketika mereka jadi tujuan yang terpisah. Metrik “klik untuk langganan” yang sukses untuk satu tim adalah hilangnya pembelian di toko untuk tim lain, dan fokus akan beralih dari mengoptimalkan nilai keseluruhan yang produk berikan ke orang-orang. Tim-tim tanpa sadar akan menarik pengalaman pengguna menjadi terpisah-pisah untuk memaksimalkan pengalaman yang mereka kendalikan.
Pengguna mengalami produk dari bawah ke atas, sebagai perjalanan dari ujung ke ujung yang (idealnya!) mengalir lancar melintasi pekerjaan berbagai tim, disiplin, dan alat. Ketika pengalaman pengguna menjadi terpecah, membingungkan, atau bersaing sendiri, peluang bisnis (misalnya, pendapatan, harga saham, dan kepercayaan merk) akan menderita.
Ketika CEO dan para eksekutif meminta pertanggungjawaban, wajar bagi tim untuk semakin fokus pada tujuan di depan mereka dan semakin memisahkan pengalamannya. Pengalaman pengguna keseluruhan semakin terpukul, dan itu jadi siklus yang jahat.
Para pemimpin dipaksa untuk percaya pada banyak sistem, tahu bahwa ketidaktepatan tumbuh dengan setiap lapisan atau proses tambahan. Apapun tim virtual, OKR, KPI, atau singkatan tiga huruf lain yang diandalkan untuk menjaga tujuan tetap jelas, pergeseran yang disebabkan oleh pengukuran yang semakin individual yang memungkinkan tujuan yang semakin individual bisa membutakan tim. Visi yang dulu dilihat semua orang dengan jelas menjadi tidak terlihat. Menyakitkan untuk dilihat, terjadi dalam gerak lambat, dan berasal dari niat yang baik.
### Desain bisa bantu pastikan pengalaman sesuai dengan visi
Desainer memiliki perspektif operasional yang langka. Bahkan desainer pemula pun punya visibilitas produk dari ujung ke ujung yang biasanya hanya dimiliki oleh para eksekutif dan CEO. Membangun pengalaman holistik pengguna memaksa desainer untuk menemui setiap kejadian di mana pengukuran yang semakin detil tanpa sengaja berubah menjadi tujuan yang terpecah. Kemana setiap jalur mengarah, apa yang dilakukan setiap tombol, dan bagaimana perasaan pengguna adalah ekspresi nyata dari visi dan strategi produk.
Cara paling sederhana untuk melawan “kematian oleh pengukuran” juga yang paling manusiawi: percakapan langsung, di mana desain menyatukan para pemimpin untuk menggunakan pengalaman pengguna sebagai dasar bersama. Percakapan seperti itu bisa menyoroti di mana terlalu banyak tujuan menciptakan konflik dan menjauhkan produk dari visinya—dan dari penggunanya. Beberapa ketidaksempurnaan sulit dilihat orang pada awalnya, tapi jadi jelas sekali setelah mereka menjalankan jari mereka di permukaan produk.
Menurut pengalaman saya, banyak perusahaan nggak tahu bahwa mereka harus mengharapkan ini dari desain, dan itu tetap menjadi aset yang kurang dimanfaatkan. Tapi ketika yang dipertaruhkan adalah mewujudkan visi produk yang akan dihargai oleh audiens yang bersemangat, desain seharusnya bukan dipikirkan belakangan. Kita lebih baik bersama-sama.
Konferensi Fortune’s Brainstorm Design kembali pada 2 Desember di MGM Macau! Ikuti pembicara seperti Gilbert Workshop managing partner Phil Gilbert, CEO IDEO Mike Peng, dan chief design officer Samsung Mauro Porcini untuk sehari diskusi mendalam tentang tema tahun ini: “Future Tense: Prototyping Tomorrow.” Daftar di sini