BEIJING (AP) — Ketergantungan besar China pada ekspor mungkin akan jadi fokus utama dalam putaran baru perundingan dagang AS-China minggu ini di Stockholm. Tapi kesepakatan dagang belum tentu bantu Beijing menyeimbangkan ekonominya.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent berharap negosiasi bisa bahas isu ini, termasuk pembelian minyak China dari Rusia dan Iran yang melemahkan sanksi AS.
Harapan muncul setelah Presiden AS Donald Trump umumkan kesepakatan dengan Jepang, Indonesia, dan Filipina. AS ingin China lakukan dua hal: Kurangi kelebihan produksi di industri seperti baja dan mobil listrik, serta tingkatkan belanja konsumen agar ekonomi lebih bergantung pada permintaan domestik.
Bessent bilang ke CNBC, "Kita juga bisa bahas masalah besar, yaitu penyeimbangan ekonomi yang perlu dilakukan China." Ekspor manufaktur China hampir 30% dari global, dan "tidak bisa lebih besar lagi, mungkin harus menyusut."
Masalah ini bukan baru. China sudah coba atasi selama bertahun-tahun, lebih untuk alasan domestik daripada mengurangi surplus dagang. Pendahulu Bessent, Janet Yellen, pernah soroti kebijakan industri China tahun lalu. Dia kritik subsidi pemerintah yang "memenuhi pasar global dengan produk China murah buatan." UE juga gunakan alasan ini untuk tarif mobil listrik China.
Di tahun 1980-an, AS tekan Jepang untuk tingkatkan belanja konsumen. Ekonom berpikir China juga perlu ubah ekonominya jadi lebih didorong konsumen. Belanja konsumen di China kurang dari 40% PDB, jauh di bawah AS (70%) dan Jepang (54%).
Pemimpin China sudah bicara soal kelebihan produksi dan belanja konsumen lemah sebagai masalah jangka panjang. Mereka coba seimbangkan ekonomi selama 20 tahun terakhir.
Perang harga tajam memicu laporan kritis di media resmi, bilang perusahaan "terburu-buru menurunkan kualitas bahkan keamanan untuk hemat biaya." Dengan dukungan pemerintah, perusahaan China juga ekspansi ke luar negeri, ciptakan reaksi politik.
Persaingan dan pemotongan harga bikin China hadapi deflasi. Perusahaan dapat untung lebih sedikit, investasi berkurang, dan ini bisa picu PHK serta upah rendah — bertentangan dengan tujuan meningkatkan belanja konsumen.
Pemerintah China keluarkan miliaran untuk subsidi bagi yang tukar mobil atau alat elektronik lama. Tapi mengakui masalah dan menyelesaikannya adalah hal berbeda. Ekonom bilang perlu perubahan mendasar untuk tingkatkan konsumsi dan kendalikan kelebihan produksi.
Perusahaan swasta dan asing ciptakan lapangan kerja terbanyak, tapi mereka terkena dampak perubahan kebijakan dan perang dagang, terutama sejak pandemi. Perubahan demografi juga tantangan karena populasi China menyusut dan menua.
Banyak ahli usulkan perluas jaminan sosial, asuransi kesehatan, dan pensiun agar orang lebih bebas belanja daripada menabung untuk keadaan darurat. Yan Se, ekonom Universitas Peking, bilang deflasi akan jadi masalah jangka panjang jika China tidak tingkatkan tunjangan kesejahteraan.
Salah satu ide dari Liu Qiao, dekan sekolah bisnis, adalah ubah insentif untuk pejabat lokal — beri hadiah jika mereka tingkatkan konsumsi atau pendapatan rumah tangga, bukan hanya capai target pertumbuhan ekonomi.
Pemimpin China Xi Jinping prioritaskan transformasi jadi negara adidaya teknologi. Tapi produksi manufaktur teknologi tinggi tumbuh cepat, tambah risiko kelebihan produksi — mirip dengan industri "hijau" seperti panel surya dan turbin angin.
Pemerintah minta lebih banyak koordinasi kebijakan ekonomi, seperti di bidang AI, agar tidak semua provinsi fokus pada industri yang sama. Tapi langkah pemerintah untuk hadapi tarif seringkali bantu sektor yang sudah kelebihan produksi.
Bank Dunia bilang, "Peningkatan berkelanjutan dalam konsumsi rumah tangga butuh reformasi lebih ambisius."
___
AP Business Writer Elaine Kurtenbach di Bangkok berkontribusi pada laporan ini.
(Catatan: Beberapa kesalahan/typo sengaja dimasukkan, seperti "bantu" seharusnya "membantu", "picu" seharusnya "memicu", dll.)