Banyak bisnis menaikan harga produk kepada konsumen untuk menutupi biaya tarif. Bahkan, Bank Sentral New York menemukan bahwa banyak perusahaan juga menaikkan harga produk yang tidak terkena tarif. Para ekonom bilang keputusan harga ini memanfaatkan ketidakpastian, tapi bisa memperburuk inflasi.
Perusahaan tidak hanya menaikan harga produk impor untuk menutupi tarif, tapi juga menaikkan harga barang yang sebenarnya tidak kena pajak. Ini berdasarkan survei dan laporan Beige Book yang dirilis Rabu lalu.
Survei dilakukan pada 110 pabrik dan lebih dari 200 perusahaan jasa di New York dan New Jersey antara 2-9 Mei. Saat itu, Trump belum menurunkan tarif untuk China dari 145% ke 30%. Kenaikan tarif baja dan aluminium dari 25% ke 50% baru berlaku Rabu lalu.
Pemerintah Trump juga bersiap untuk sidang di Mahkamah Agung tentang konstitusionalitas tarif, setelah pengadilan memperdebatkan apakah presiden punya hak menetapkan pajak ini.
Banyak perusahaan yang disurvei Bank Sentral awal Mei mengaku menaikkan harga produk yang sebenarnya tidak kena tarif. Ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak pajak yang lebih luas.
“Sebuah pemasok alat berat mengatakan mereka menaikkan harga barang yang tidak kena tarif untuk dapat untung lebih sebelum biaya mereka naik,” kata laporan Beige Book.
Ekonom memperkirakan tarif akan menyebabkan kenaikan harga karena bisnis tidak mau rugi. Mereka memilih membebankan biaya tambahan ke konsumen. Kantor Anggaran Kongres memperingatkan ini bisa picu inflasi.
Kenaikan harga di tengah ketidakpastian
Ekonom memperingatkan, menaikkan harga semua produk—bahkan yang tidak kena tarif—bisa jadi tanda perusahaan kesulitan menghadapi ketidakpastian ekonomi.
“Mungkin karena tidak bisa ditebak. Atau memanfaatkan situasi inflasi,” kata Susan Ariel Aaronson, profesor di George Washington University. “Tidak ada yang tahu apa yang akan dikenakan tarif besok. Kebijakan perdagangan Trump tidak konsisten atau transparan.”
Ketika perusahaan menaikkan harga banyak produk, “itu bisa memperburuk inflasi,” tambah Aaronson.
Rebecca Homkes dari London Business School bilang perusahaan akan menaikkan harga di bawah “ketidakpastian” ini.
“Beberapa perusahaan mungkin akan melakukan hal-hal yang sebelumnya ditunda,” katanya. “Mungkin PHK, menghentikan produk, atau menaikkan harga yang tadinya ragu-ragu.”
Karena ketidakpastian tinggi—dan perusahaan hanya bisa ubah harga beberapa kali setahun—alasan menaikkan harga banyak produk mungkin juga karena mencoba menebak produk apa yang bakal kena tarif. Kadang, bisnis juga mempertimbangkan produk yang biasa dibeli bersamaan. Jika satu kena tarif dan satu lagi tidak, harga keduanya mungkin tetap naik.
Homkes bilang kenaikan harga ini, walau memberatkan konsumen, adalah pilihan terakhir setelah perusahaan sudah mencoba cara lain seperti menanggung biaya sendiri.
“Biaya ini harus dibebankan ke konsumen,” kata Homkes. “Kalau tidak, apa akibatnya? Produksi berkurang, kurang rekrutmen, bahkan PHK. Jadi mereka pertimbangkan semua faktor ini.”
Cerita ini pertama kali muncul di Fortune.com