Sabtu, 6 Desember 2025 – 07:25 WIB
VIVA – Rencana penerapan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) sedang menjadi perhatian, terutama bagi pemilik usaha kecil seperti warteg, warkop, dan kedai kopi rumahan.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Rizal Taufikurahman, berpendapat aturan ini bisa mengubah kebiasaan sehari-hari masyarakat. Khususnya bagi mereka yang biasa nongkrong di tempat-tempat itu karena murah dan nyaman.
“Kalau diterapkan, usaha di zona larangan bisa kehilangan sebagian pemasukan,” jelas Rizal pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Menurut dia, warteg dan warkop bukan cuma tempat makan, tapi juga ruang untuk bersosialisasi. Banyak orang datang buat santai, kerja sambil minum kopi, atau cuma kumpul sama teman. Tapi, jika Raperda KTR diberlakukan sepenuhnya tanpa masa adaptasi, beberapa perubahan diprediksi bakal terjadi.
Salah satu kekhawatiran utamanya adalah pergeseran perilaku pelanggan. Jika ada larangan merokok di warteg atau warkop, pelanggan yang biasa lama disana mungkin akan pindah ke tempat lain yang menyediakan area terbuka atau ruang khusus.
Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) juga memberikan kritik. Ketua Umum APKLI, Ali Mahsun Atmo, menyebut beberapa pasal dalam Raperda KTR dapat mengurangi pendapatan jutaan pedagang kecil.
“Kalau itu terjadi di Warung Tegal, warung kopi, atau los-los dilarang merokok, omzetnya langsung turun drastis,” katanya.
Berbeda dengan restoran besar yang punya area khusus, banyak warteg dan warkop punya ruang yang sederhana dan terbatas. Jika aturan diberlakukan, penyesuaian seperti bikin area merokok akan sulit dilakukan. Suasana santai warkop yang jadi daya tariknya juga bisa hilang.
Meski begitu, beberapa pengamat menilai perubahan ini tidak selalu buruk jika ada sosialisasi yang baik dan waktu adaptasi yang cukup. Pemilik usaha masih punya kesempatan untuk menyesuaikan, contohnya dengan menyediakan area semi-terbuka atau membuat konsep baru yang lebih sesuai aturan.
Perdebatan tentang Raperda KTR menunjukkan perlunya mencari solusi tengah antara kepentingan kesehatan masyarakat dan kelangsungan usaha kecil. Pemerintah daerah dinilai perlu melibatkan pelaku UMKM dari awal, supaya aturan yang diterapakan tidak mematikan usaha yang sudah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.