Walhi Mengungkap Perusakan Hutan Massal di Subulussalam Aceh

VIVA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mencatat adanya dugaan perusakan hutan yang dilakukan secara besar-besaran di Kota Subulussalam, Aceh, akibat aktivitas pembukaan lahan yang dilakukan oleh PT Sawit Panen Terus (PT SPT).

Walhi mengkritik Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Subulussalam, Sairun, yang dianggap membela perusahaan dan menyembunyikan beberapa fakta terkait izin perusahaan tersebut. Hingga saat ini, PT SPT belum memiliki dokumen perizinan dan oleh karena itu, tidak berhak melakukan aktivitas, termasuk land clearing.

Berdasarkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha Nomor: 30052410211175002 yang dimiliki oleh SPT dan diperoleh oleh WALHI Aceh, luasnya mencapai 12.750.331,45 Meter Persegi atau setara dengan 1.275,3 hektar dan dikeluarkan pada 30 Mei 2024.

Sementara aktivitas land clearing telah berlangsung lebih dari satu tahun, padahal perusahaan tersebut belum memiliki dokumen izin apapun. Berdasarkan analisis spasial WALHI Aceh, aktivitas land clearing sudah terjadi sejak Maret 2023, namun semakin intensif pada akhir tahun 2023. Pada awal 2024, aktivitas pembukaan lahan semakin meluas, dengan luas yang sudah terbuka mencapai lebih dari 1.706 hektar. WALHI Aceh menduga hal ini juga menjadi penyebab pencemaran air di beberapa sungai di Kecamatan Daulat, Kota Subulussalam.

Dari peta satelit yang dipantau oleh WALHI Aceh, Daerah Aliran Sungai (DAS) Lae Beski yang melintasi beberapa desa di Kecamatan Sultan Daulat terdampak langsung oleh aktivitas land clearing yang dilakukan oleh PT SPT. DAS tersebut mengalir ke beberapa alur lainnya hingga ke sungai di Desa Singgersing.

WALHI Aceh meminta pemangku kepentingan di Kota Subulussalam untuk tidak mengaburkan informasi dan menyampaikan pernyataan yang jelas kepada publik. Dari dokumen yang diperoleh oleh WALHI Aceh, PT SPT baru saja mendapatkan dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Kegiatan Berusaha, bukan izin langsung untuk beroperasi.

MEMBACA  Iswar Memimpikan Semarang Menjadi Pusat Pengembangan Ekonomi Jawa, Inilah Alasannya

Menurut Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin, perusahaan perkebunan sawit harus melalui beberapa tahapan perizinan sebelum dapat beroperasi, termasuk Izin Usaha Perkebunan dan Budidaya, Izin Lingkungan, dan Izin Pemanfaatan Kayu untuk lahan berhutan. WALHI Aceh juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut kasus ini dan memastikan bahwa perusahaan yang beroperasi ilegal mendapat hukuman yang pantas.

Perusahaan yang beroperasi ilegal dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan hidup, kerugian negara, dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, WALHI Aceh menyerukan agar Pemerintah Kota Subulussalam tidak melindungi perusahaan yang tidak taat pada regulasi.

Laporan: Muhammad Roni/tvOne Subulussalam