Wakil Menteri Peringatkan Penyusutan Lahan Ancaman bagi Ketahanan Pangan

Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menekankan pentingnya melindungi lahan pertanian sebagai pilar utama ketahanan pangan nasional. Dia memperingatkan bahwa konversi lahan yang tidak terkendali dapat memicu krisis di masa depan dan melemahkan kemampuan Indonesia dalam memenuhi permintaan pangan yang meningkat seiring pertumbuhan penduduk.

“Pertanian adalah pondasi masa depan bangsa kita dan harus dilindungi dengan serius,” kata Sudaryono dalam pernyataan yang dirilis di Jakarta, Rabu.

Dia menyatakan bahwa pemerintah, bersama seluruh pemangku kepentingan terkait, akan menghentikan alih fungsi lahan pertanian yang semakin mengurangi ruang untuk produksi pangan.

Pernyataan ini disampaikan Sudaryono dalam rapat koordinasi tentang revisi rencana tata ruang wilayah, konversi lahan, sawah baku, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan kawasan pertanian berkelanjutan di kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta.

“Masukan untuk pertanian bisa ditingkatkan, tetapi tanah dan air tidak bisa. Jika lahannya hilang, produksi hilang – dan jika produksi hilang, pangan akan krisis. Ini adalah fakta yang tidak bisa ditawar,” ujarnya.

Dia menekankan bahwa konversi lahan pertanian tidak boleh lagi ditolerir, karena mengancam stabilitas pangan nasional.

“Mulai sekarang, konversi sawah harus dihentikan. Jika tidak, kita akan menghadapi akibatnya sendiri,” tegasnya.

Dengan penduduk yang terus bertambah, permintaan pangan akan terus naik, sehingga sangat penting untuk mempertahankan – bahkan memperluas – lahan pertanian yang ada.

“Jika pertanian terpuruk, harga pangan naik, impor bertambah, petani kehilangan lahannya, dan pondasi produksi pangan nasional melemah,” kata Sudaryono yang berasal dari keluarga petani di Grobogan, Jawa Tengah.

Pemerintah sedang menyiapkan langkah-langkah konkret untuk memperkuat perlindungan lahan, termasuk mempercepat penetapan LP2B, meningkatkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah, serta memperketat regulasi untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian.

MEMBACA  Hari Lansia: Menteri Tegakkan Dukungan untuk Warga Senior (Note: The text is visually enhanced with bold formatting for emphasis, as requested.)

“Ini bukan hanya tentang peraturan – ini tentang komitmen bersama. Lahan pertanian harus diperlakukan sebagai aset strategis nasional,” katanya.

Melindungi lahan pertanian sama dengan menjamin masa depan Indonesia. Dengan populasi yang tumbuh cepat, permintaan pangan akan melonjak, dan tanpa lahan yang cukup, negara berisiko kehilangan kedaulatan pangannya.

“Pertanian adalah penopang hidup. Dalam situasi sulit apapun, pertanian tetap yang paling kuat. Jika kita gagal melindungi lahan hari ini, anak cucu kitalah yang akan menanggung akibatnya,” ujarnya.

Dia mendorong pemerintah daerah, pelaku usaha, masyarakat, dan pengembang untuk memprioritaskan kepentingan nasional. Pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan lahan pertanian produktif.

“Silakan membangun, tetapi jangan sentuh lahan pertanian yang produktif. Mari jadikan perlindungan lahan sebagai gerakan nasional, bukan sekadar wacana,” serunya.

Pada acara yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah memberi perhatian besar pada revisi peraturan tata ruang, terutama terkait konversi lahan, sawah baku, LP2B, dan kawasan pertanian berkelanjutan.

Tito menyebut pemerintah daerah diwajibkan merevisi rencana tata ruangnya sebagai langkah strategis agar lahan pertanian yang ada tidak dialihfungsikan secara sembarangan.

Dia mencatat bahwa 87 persen lahan dalam rencana tata ruang nasional saat ini diperuntukkan bagi pertanian, sehingga perlindungan sawah yang ada menjadi prioritas utama.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah akan menggelar rapat bersama yang melibatkan Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, Badan Informasi Geospasial, dan Kementerian Pertanian untuk mendorong pemerintah daerah merevisi peraturan daerahnya.

Revisi ini dianggap penting untuk melindungi sawah eksisting dan menyiapkan lahan untuk pengembangan sawah baru. Konversi lahan masih diizinkan, tetapi hanya dengan prosedur dan regulasi yang ketat.

“Semua ini untuk memastikan kita benar-benar mencapai swasembada. Kita lindungi sawah yang ada, kita siapkan yang baru, dan kita harus lakukan dengan disiplin,” pungkasnya.

MEMBACA  Budaya Go!: Inovasi Digital Anak Negeri di Persimpangan Budaya dan Teknologi