Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor atau yang biasa disapa Ferry, membahas formula upah minimum yang baru dengan para pimpinan konfederasi, federasi, dan serikat pekerja tingkat perusahaan di Jakarta pada Jumat (31 Oktober).
Diskusi ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk merancang kebijakan upah yang lebih adaptif terhadap dinamika ekonomi nasional dan daerah. Menurut Ferry, formula baru ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara daya beli pekerja, keberlangsungan usaha, dan pemerataan ekonomi.
Ia menekankan bahwa penyempurnaan kebijakan upah yang sedang berjalan sejalan dengan tujuan pemerintah untuk memperkuat hubungan industrial yang adil. Ferry mendorong perusahaan untuk mempercepat pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang ia sebut sebagai instrumen penting untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis.
Ferry mencatat bahwa PKB tidak boleh hanya jadi dokumen formal, tapi harus menjadi wujud kemitraan nyata yang menyeimbangkan hak dan tanggung jawab pekerja dan pengusaha. Ia juga menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai Hubungan Industrial Pancasila (HIP) ke dalam setiap hubungan di tempat kerja.
Prinsip-prinsip gotong royong, kesetaraan, dan kemanusiaan, seperti diatur dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 76 Tahun 2024, dianggap Ferry sebagai landasan utama untuk membangun hubungan industrial yang adil, sehat, dan produktif.
Sejalan dengan ini, pemerintah memperkuat peran Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit) di tingkat perusahaan, sebagai forum komunikasi yang efektif antara pekerja dan pengusaha. Melalui Satuan Tugas Bipartit Peningkatan Produktivitas, setiap perusahaan diharapkan dapat menumbuhkan iklim kerja yang harmonis sekaligus kompetitif.
“Produktivitas dan harmoni industrial adalah dua sisi dari koin yang sama yang harus tumbuh bersama,” pernyataan Ferry.
Ia berharap pertemuan dengan serikat pekerja ini dapat menjadi titik awal bagi pemerintah dan mitra sosial untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka dan berkelanjutan. Pertemuan serupa, tambahnya, akan diadakan setiap bulan sebagai wadah dialog konstruktif antara pemerintah, pekerja, dan pengusaha.
Forum seperti ini, kata Ferry, sangat penting untuk mempercepat penyampaian aspirasi dan menemukan solusi bersama atas berbagai masalah ketenagakerjaan yang muncul di lapangan.