Selasa, 21 Oktober 2025 – 23:34 WIB
Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusulkan supaya hukuman kerja sosial yang akan ditetapkan oleh majelis hakim sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru bisa lebih fleksibel.
Baca Juga :
Prabowo Bilang Aparat Jangan Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah, Kejagung Bilang Begini
Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Jaksa Agung Asep Nana Mulyana mengatakan hal itu berdasarkan pengalaman negara lain. Seringkali, ketika hakim memutuskan jenis kerja sosial untuk terdakwa, keputusanya sulit dijalankan karena tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Sebaiknya lebih fleksibel, artinya tidak menentukan secara tegas bentuknya," kata Asep dalam webinar Uji Publik tentang RUU Penyesuaian Pidana yang dilansir Antara, Selasa, 21 Oktober 2025.
Baca Juga :
Viral Momen Purbaya Mau Push Up di Depan Presiden Usai Telat Hadiri Penyerahan Uang Sitaan di Kejagung
Oleh karena itu, saat menjatuhkan hukuman kerja sosial, dia berharap majelis hakim hanya menentukan lama waktu kerja sosialnya saja, bukan jenis pekerjaannya.
Selanjutnya, dalam pelaksanaannya di lapangan, sebaiknya diserahkan kepada eksekutor untuk memberikan bentuk kerja sosial apa, apakah membersihkan rumah ibadah, menyapu jalan, atau bentuk lainnya. "Nanti jenisnya apa saja bisa disepakati bersama," tuturnya.
Baca Juga :
Momen Prabowo, Menkeu Purbaya hingga Menhan di Tengah Tumpukan Uang Rp 13 Triliun Sitaan Korupsi CPO
Menyambut KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, Asep mengatakan Kejagung sudah memiliki Pedoman Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penerapan Pidana Bersyarat, Pidana Pengawasan, dan Pidana Kerja Sosial.
Pedoman itu diluncurkan lebih awal karena kerja sosial adalah jenis pidana yang relatif baru.
Bahkan di beberapa daerah, kerja sosial sudah dipraktikkan dengan pedoman tersebut dan berdasarkan Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Jadi ketika sudah dimaafkan, dimana pelaku dan masyarakat sudah bersepakat, dan sudah ada pemberian hukuman kepada pelaku, seperti bersih-bersih masjid atau gereja. Bentuknya sangat bervariasi," ujar Asep.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Hiariej mengatakan bahwa KUHP baru yang mulai berlaku 2 Januari 2026 mengatur agar hakim sebisa mungkin tidak langsung menjatuhkan pidana penjara.
Menurut dia, visi KUHP baru adalah reintegrasi sosial untuk mencegah penghukuman pidana penjara dalam waktu singkat.
"Supaya saudara-saudara yang lulusan Poltekip ini tidak banyak kerjaan di lembaga pemasyarakatan, tetapi pekerjaan anda nanti paling banyak di luar lembaga pemasyarakatan," ujar Eddy, sapaan karib Wamenkum, dalam acara Webinar Sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Jakarta, Kamis (30/1).
Halaman Selanjutnya
Dalam KUHP baru, kata dia, ada jenis pidana lain seperti pidana kerja sosial dan pidana pengawasan. Jenis pidana itu akan ditangani oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), jadi bukan lagi menjadi tugas lembaga pemasyarakatan (lapas).