Jakarta, VIVA – Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa percepatan program Biodiesel B50 adalah langkah strategis untuk mencapai kemandirian energi nasional.
Bahlil menambahkan, kebijakan ini merupakan bagian dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk mengurangi impor solar dan sekaligus memperkuat ketahanan energi yang bersumber dari produksi dalam negeri.
Dijelaskannya, proses percepatan B50 sekarang sedang dalam tahap uji coba akhir dan akan segera dilaksanakan secara nasional pada semester kedua tahun ini.
Menurut dia, langkah ini bukan cuma tentang efisiensi energi, tetapi juga strategi besar untuk memperkuat industri biofuel dan mengurangi defisit neraca perdagangan karena impor BBM.
“Berdasarkan hasil rapat terbatas dan arahan Presiden, kami mendorong B40 menuju B50. Saat ini sedang diuji coba, dan insya Allah di semester kedua bisa diimplementasikan. Kalau ini sudah berjalan, impor BBM khususnya solar tidak diperlukan lagi karena produksi dalam negeri sudah cukup,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025.
Percepatan B50 ini tidak hanya tentang energi hijau, tetapi juga menjaga kedaulatan ekonomi nasional. Selama ini, Indonesia masih mengimpor sebagian kebutuhan solar untuk industri dan transportasi. Dengan suksesnya B50, pemerintah memperkirakan bisa menghemat devisa miliaran dolar dan menciptakan nilai tambah bagi sektor hilir minyak nabati.
“Kita tidak boleh terus bergantung pada impor. Ini menyangkut martabat bangsa. Kalau bisa diproduksi di dalam negeri, industri dan petani kitalah yang harus menikmati manfaatnya,” tegas Bahlil.
Program B50 juga membuka peluang lebih besar bagi petani sawit dan pelaku industri energi terbarukan di berbagai daerah untuk terlibat dalam rantai pasok nasional. Selain mendukung target net-zero emisi di tahun 2060, inisiatif ini menegaskan arah kebijakan pemerintah untuk menyeimbangkan transisi energi dengan pembangunan ekonomi rakyat.
Pemerintah menargetkan produksi biodiesel nasional akan meningkat signifikan pada tahun 2026, seiring dengan penguatan kapasitas kilang domestik dan masuknya investasi baru di sektor energi bersih.
Implementasi B50 menjadi langkah nyata untuk memperluas pemanfaatan energi terbarukan di dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Kebijakan ini diharapkan memberi dampak ganda: meringankan tekanan pada neraca perdagangan energi dan mendongkrak nilai tambah industri sawit nasional.