Tuntutan Kami: Potongan Biaya Aplikasi 10%, Bukan Kenaikan Tarif

Rabu, 2 Juli 2025 – 05:10 WIB

Jakarta, VIVA – Rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 sampai 15 persen yang diusulkan Kementerian Perhubungan dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI mendapat kritik tajam dari asosiasi pengemudi ojek online.

Baca Juga:
Membebani Pelanggan, Rencana Kenaikan Tarif Ojol 15 Persen Tidak Bijak

Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia menolak kebijakan ini karena dianggap belum melalui kajian mendalam dan berpotensi menimbulkan dampak ekonomi besar.

Kenaikan tarif pertama kali disampaikan oleh Wakil Menteri Perhubungan Irjen Pol (Purn) Suntana dalam rapat pada 30 Juni 2025. Rencananya, tarif baru akan berlaku secara zonasi sesuai Permenhub Nomor 12 Tahun 2019.

Baca Juga:
Ingin Ikut Seleksi Pendidikan Taruna Kemenhub? Begini Jalurnya

Garda Indonesia menilai kebijakan ini berisiko memberatkan pelanggan dan UMKM yang bergantung pada jasa transportasi online.

Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda), Igun Wicaksono.

Foto: VIVA.co.id/Misrohatun Hasanah

Baca Juga:
Kemenhub Bakal Revisi Aturan Tarif Ojol, Bakal Naik hingga 15 Persen

"Kami menilai rencana ini perlu dikaji ulang karena dampaknya tidak hanya ke pengemudi, tapi juga pelanggan dan UMKM di ekosistem transportasi online," kata Igun Wicaksono dalam pernyataan tertulis, Selasa, 1 Juli 2025.

Alih-alih menaikkan tarif, Garda Indonesia menegaskan tuntutan utama pengemudi adalah penurunan potongan biaya aplikasi dari perusahaan penyedia layanan. Mereka minta potongan maksimal turun jadi 10% dari pendapatan.

"Tuntutan utama kami adalah ‘Penurunan potongan biaya aplikasi jadi maksimal 10%’, bukan kenaikan tarif. Ini lebih tepat karena hanya berdampak ke perusahaan aplikasi dan pengemudi, tanpa membebani pelanggan. Jika tarif dinaikkan dulu, bisa timbul efek domino seperti inflasi dan turunnya daya beli," jelasnya.

MEMBACA  Gosip Reshuffle Menyeruak, Ini Komentar Bahlil

Garda Indonesia juga menyesalkan bahwa proses penyusunan kebijakan selama ini hanya melibatkan perusahaan aplikasi dan pengemudi tertentu, tanpa dialog terbuka dengan asosiasi pengemudi independen.

"Kami tolak keras rencana kenaikan tarif ojol kecuali ada kajian terbuka dan survei yang melibatkan semua pihak," tegas Igun.

"Mendorong juga kebijakan tarif pengantaran barang dan makanan yang adil, serta penghapusan sistem diskriminatif di aplikasi seperti program member, prioritas, slot, dan multi-order yang merugikan pengemudi," tambahnya.

Penurunan Potongan Biaya Aplikasi Lebih Mendesak

Garda Indonesia menyampaikan lima tuntutan utama:

  1. Pembentukan UU/Perppu Transportasi Online
  2. Penurunan potongan aplikasi maksimal 10%
  3. Penetapan tarif pengantaran barang & makanan yang adil
  4. Audit pemotongan 5% oleh aplikasi (berdasarkan Kepmenhub KP No. 1001/2022)
  5. Penghapusan sistem diskriminatif di aplikasi

    Igun menyatakan tuntutan ini sudah disampaikan lewat surat dan demo, tapi belum ada tanggapan dari Kemenhub.

    Jika tidak direspons sampai pertengahan Juli 2025, Garda Indonesia mengancam akan gelar demo besar-besaran di Istana Presiden pada 21 Juli serta aksi "off aplikasi" serentak.

    "Selesaikan dulu persoalan potongan 10%, baru kaji kenaikan tarif dengan tim kajian yang transparan," tegas Igun.

    Halaman Selanjutnya