Tingkat dan Urutan Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam

loading…

Tingkatan dan derajat ahli waris dalam Islam memiliki perbedaan satu sama lainnya. Hal ini juga menentukan besarnya bagian warisan yang berhak diterima. Foto ilustrasi/ist

Dalam Islam, tingkatan dan derajat ahli waris itu berbeda-beda. Kenapa begitu dan apa penjelasan dalilnya?

Prof Dr Muhammad Ali ash-Shabuni dalam bukunya yang diterjemahkan A.M. Basamalah berjudul "Pembagian Waris Menurut Islam" (Gema Insani Press, 1995) menjelaskan urutan dan derajat ahli waris dalam pembagian waris sebagai berikut:

  1. Ashhabul furudh

    Golongan ini adalah yang pertama kali menerima bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang bagian warisannya sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’.

  2. Ashabat nasabiyah

    Setelah ashhabul furudh, barulah ashabat nasabiyah dapat bagian. Ashabat nasabiyah adalah setiap kerabat (nasab) pewaris yang menerima sisa harta warisan yang sudah dibagikan ke ashhabul furudh. Bahkan, kalau ternyata tidak ada ahli waris lain, mereka berhak dapat seluruh harta. Contohnya: anak laki-laki pewaris, cucu dari anak laki-laki, saudara kandung, paman kandung, dan seterusnya.

  3. Penambahan bagi ashhabul furudh sesuai bagian (kecuali suami/istri)

    Kalau setelah dibagi ke semua ahli waris masih ada sisa harta, maka sisa itu diberikan ke ashhabul furudh sesuai proporsi bagian masing-masing. Tapi suami atau istri tidak berhak dapat tambahan ini. Sebab, hak waris suami/istri itu karena ikatan pernikahan, sedangkan kekerabatan nasab lebih utama untuk dapat tambahan.

  4. Mewariskan kepada kerabat

    Yang dimaksud kerabat disini adalah kerabat pewaris yang masih punya ikatan rahim — bukan termasuk ashhabul furudh atau ‘ashabah. Misalnya: paman (dari ibu), bibi (dari ibu), bibi (dari ayah), cucu laki-laki dari anak perempuan, dan cucu perempuan dari anak perempuan. Jadi, kalau pewaris tidak punya kerabat sebagai ashhabul furudh maupun ‘ashabah, maka kerabat yang masih punya ikatan rahim ini berhak dapat warisan.

  5. Tambahan hak waris bagi suami atau istri

    Kalau pewaris tidak punya ahli waris dari ashhabul furudh, ‘ashabah, atau kerabat dengan ikatan rahim, maka seluruh harta warisan jadi milik suami atau istri. Misalnya, seorang suami meninggal tanpa punya kerabat yang berhak waris, maka istri dapat bagian seperempat dari harta warisan sebagai bagian pasti, dan sisanya jadi tambahan hak warisnya. Dengan demikian, istri dapat seluruh harta peninggalan. Begitu juga sebaliknya.

  6. Ashabah karena sebab

    Yang dimaksud ‘ashabah karena sebab adalah orang-orang yang memerdekakan budak (baik laki-laki atau perempuan). Contoh, seorang bekas budak meninggal dan punya harta, maka orang yang memerdekakannya dulu termasuk ahli warisnya sebagai ‘ashabah. Tapi aturan ini sekarang sudah tidak berlaku lagi.

  7. Orang yang diberi wasiat lebih dari sepertiga harta

    Yang dimaksud disini adalah orang lain, artinya bukan termasuk ahli waris. Contoh, seseorang meninggal dan punya sepuluh anak. Sebelum meninggal, dia berwasiat ke anak-anaknya untuk memberikan sebagian hartanya ke orang yang bukan ahli waris. Mazhab Hanafi dan Hambali bahkan berpendapat boleh memberikan seluruh harta lewat wasiat seperti ini.

  8. Baitulmal (kas negara)

    Kalau seseorang yang meninggal tidak punya ahli waris ataupun kerabat sama sekali, maka seluruh harta peninggalannya diserahkan ke baitulmal untuk kepentingan umum.

    Wallahu A’lam

    (wid)

MEMBACA  "Mengapa Mulutnya?" Penampilan Terbaru Jennie BLACKPINK Menjadi Sorotan Netizen!