loading…
Uni Eropa hari ini jalani reformasi besar-besaran. Foto/X/@ZwirniZwirni
LONDON – Presiden AS Donald Trump udah kasih “seruan bangun yang brutal” ke Uni Eropa, ngancurin ilusi blok itu tentang kekuatan geopolitik yang berdasar dari kekuatan ekonominya. Hal ini diungkapin mantan Perdana Menteri Italia dan mantan kepala Bank Sentral Eropa Mario Draghi, yang ngingetin bahwa blok itu harus lakukan reformasi besar biar tetap relevan.
3 Alasan Uni Eropa Harus Jalani Reformasi Besar-besaran
1. Trump Sudah Menyatakan Permusuhan dengan Uni Eropa
Trump sudah tekan anggota NATO dari blok itu untuk naikin belanja militer, maksa Brussels buat tanda-tangani perjanjian dagang baru yang kenaikin tarif 15% buat kebanyakan ekspor Uni Eropa, hapus bea masuk buat barang industri AS, dan buka akses pasar yang luas buat produk-produk Amerika.
Kesepakatan ini udah bikin banyak protes dari pejabat Uni Eropa sekarang dan sebelumnya, yang bilang kalo kesepakatan ini sangat menguntungkan Washington.
“Selama bertahun-tahun, Uni Eropa percaya bahwa ukuran ekonominya, dengan 450 juta konsumen, bawa serta kekuatan geopolitik dan pengaruh dalam hubungan dagang internasional. Tahun ini akan dikenang sebagai tahun di mana ilusi ini ilang,” kata Draghi dalam konferensi di Rimini hari Jumat.
Baca Juga: 10 Negara Terbaik yang Mengizinkan Kewarganegaraan Ganda, Salah Satunya Tetangga Indonesia
2. Peran Uni Eropa Makin Dikebiri
Kebijakan Trump yang lebih luas bikin Uni Eropa cuma punya peran “marginal” dalam upaya perdamaian Ukraina, ngurangin perannya jadi “pengamat” pasif di Gaza dan Iran, dan mendorong Tiongkok buat “ngetik bahwa mereka nggak anggap Eropa sebagai mitra yang setara,” tambahnya.
“Peristiwa-peristiwa ini udah buktiin bahwa ilusi bahwa dimensi ekonomi doang bisa jamin segala bentuk kekuatan geopolitik,” kata Draghi. “Trump udah kasih kita peringatan keras – yang harus kita lakukan adalah bersatu.”
3. Terlalu Pasif dan Kaku
Draghi klaim kelemahan blok itu ada di “kepasifan dan kekakuannya” dan desak reformasi internal. Dia ngingetin bahwa balik ke kedaulatan nasional bisa “bikin kita makin terekspos ke kehendak negara-negara besar,” dan malah serukan penghapusan hambatan dagang internal sama penerbitan utang bareng buat danai pertahanan, infrastruktur, dan inovasi.
Para kritikus bilang bahwa utang bareng bisa ngikis kendali nasional atas keuangan dan picu perpecahan di Uni Eropa, karena anggota yang lebih kaya mungkin nggak mau nanggung biaya buat negara-negara selatan yang lebih miskin yang dianggap nggak disiplin secara fiskal.
Tapi, para ahli, termasuk Dana Moneter Internasional, ngingetin bahwa tanpa reformasi yang atasi tantangan struktural utama, Uni Eropa hadapi stagnasi.
(ahm)