Jakarta (ANTARA) – Jurubicara Kementerian Kesehatan Indonesia, Mohammad Syahril, mengingatkan masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan dan menjalani perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai respons terhadap potensi peningkatan kasus COVID-19 di negara ini. “COVID-19 belum sepenuhnya hilang meskipun saat ini menjadi endemik. Masih ada potensi munculnya varian baru yang dapat menyebabkan peningkatan kasus,” katanya pada hari Selasa. Untuk mencegah penyebaran kasus, Syahril mendorong masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan, seperti mencuci tangan dan menggunakan masker saat sakit, termasuk di tempat ramai. Masyarakat juga diminta untuk segera melengkapi vaksin COVID-19, terutama untuk kelompok berisiko, katanya. “Tindakan pencegahan dan upaya pencegahan tetap sama, yaitu segera lengkapi vaksin COVID-19 beserta dosis penguatnya, terutama untuk lansia dan orang dengan komorbiditas,” ujarnya. Selain itu, praktik PHBS, seperti mencuci tangan dan mengikuti etiket batuk dan bersin, masih relevan untuk mencegah penularan penyakit, katanya. Orang yang ingin bepergian ke luar negeri juga diminta untuk mengikuti protokol kesehatan yang diterapkan di daerah tujuan, katanya. “Varian yang saat ini beredar KP.1 dan KP.2 memiliki tingkat transmisi rendah, dan tidak ada bukti bahwa mereka menyebabkan penyakit serius. Namun, kita harus tetap waspada,” ujarnya. Berdasarkan data dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) yang dikumpulkan oleh ASEAN BioDiaspora Virtual Center per 19 Mei 2024, varian COVID-19 yang beredar di negara-negara ASEAN dalam periode 2023-2024 didominasi oleh JN.1. Data dari Laporan Mingguan COVID-19 Nasional Kementerian Kesehatan untuk 12-18 Mei 2024, menunjukkan 19 kasus terkonfirmasi, 44 kasus di ruang ICU, dan 153 kasus isolasi, dengan tren tingkat positivitas mingguan sebesar 0,65 persen dan tidak ada kematian. Jumlah orang yang dites per minggu mencapai 2.474. Dalam kesempatan terpisah, seorang epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyatakan bahwa subvarian COVID-19 JN.1 dan turunannya KP.1 dan KP.2 tidak menyebabkan gejala yang lebih parah, meskipun dapat lolos dari perlindungan yang dipicu vaksin. “Subvarian tersebut memiliki kemampuan untuk menginfeksi dengan mudah, terutama bagi mereka yang belum divaksin,” katanya. Budiman menyatakan bahwa dampak COVID-19 tidak lagi bersifat akut tetapi dapat menyebabkan dampak kronis jangka panjang, seperti komplikasi pada kelompok orang berisiko. Berita terkait: Penyakit autoimun meningkat setelah pandemi, kata pakar Berita terkait: Indonesia menggantikan vaksin COVID impor dengan yang lebih aman Translator: Andi Firdaus, Resinta Sulistiyandari Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono Copyright © ANTARA 2024