Tegas! Rocky Gerung Mengkritik Jokowi tentang Istana Bau Kolonial: Dia Menciptakan Intimidasi

Sabtu, 17 Agustus 2024 – 06:20 WIB

Rangkasbitung, VIVA – Pengamat politik Rocky Gerung mengkritisi pihak yang mengeluhkan bangunan Istana Kepresidenan berbau kolonialisme.

Baca Juga :

Renungan Suci Kemerdekaan, Jokowi Kasih Penghormatan Tertinggi Bagi Pahlawan Bangsa

Diketahui, narasi tersebut diembuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa ia mencium bau kolonial di Istana Jakarta dan Istana Bogor.

Rocky Gerung menyampaikan kritikannya itu saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku  “Merahnya Ajaran Bung Karno” dalam rangka Refleksi Kemerdekaan ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Jumat, 16 Agustus 2024. Ia berada satu forum dengan Pakar Geopolitik yang juga Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Baca Juga :

Pidato ‘Tepi Jurang’ Puan Maharani di Depan Jokowi 

Pengamat politik Rocky Gerung.

Mulanya, Rocky menyebutkan bahwa museum yang dulu ditempati oleh Max Haveelar atau Multatuli, ini berbau kolonial. Namun, di rumah novelis dari Belanda itu diproduksi narasi pembebasan.

Baca Juga :

Banggar DPR Dorong Kemandirian Pangan dan Energi

“Kendati ini warisan kolonial, tetapi kita memproduksi narasi pembebasan. Beda dengan seseorang yang minggu kemarin curhat. Buat dia mencium bau kolonial di Istana Merdeka, di Istana Bogor. Tetapi yang dia produksi justru narasi kolonial, divide et impera. Yang dia produksi adalah intimidasi,” kata Rocky.

Rocky lalu menyatakan dirinya sebagai bagian GMNI saat ini. Menurut dia, akronim GMNI ialah Gerakan Menyelamatkan Negeri dari Intimidasi.

“Itu poinnya. Bung Karno menyelamatkan Indonesia dari intimidasi kapitalisme-kolonialisme. Melalui narasi, dia pamerkan pengetahuannya di 30 Desember di Gedung Indonesia menggugat. Saya baca pembelaannya, ada statistik eksploitasi, dia hapal luar kepala. Jadi, diperlukan kecerdasan untuk memimpin Indonesia,” kata Rocky.

MEMBACA  Gunakan InaRISK untuk memantau ancaman bencana: BNPB kepada pelancong exodus

Rocky kemudian menyepakati ajakan Kepala Museum Multatuli, Ubaidilah Muchtar, yang meminta audiens untuk bahagia karena memotong padi yang ditanam sendiri. Menurut pengajar di Universitas Indonesia (UI) ini, hal itu merupakan prinsip berdikari.

“Bukan bahagia mengonsumsi padi yang diimpor. Saya berbahagia karena saya memotong padi yang saya tanam sendiri. Ada seseorang yang berbahagia memotong beringin. Padahal beringin itu bukan dia yang tanam,” kata Rocky.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan kepada kepala daerah seluruh Indonesia di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Pada kesempatan itu, Jokowi cerita tentang pembangunan Istana IKN dan membandingkannya dengan Istana Jakarta serta Istana Bogor merupakan peninggalan kolonial Belanda.

“Saya bertanya banyak yang sudah tiba di Balikpapan kemarin, sehari sebelumnya juga melihat Ibu Kota Nusantara ini kira-kira bayangan Bapak apa? Selamat datang di Ibu Kota Nusantara,” kata Jokowi.

Menurut Jokowi, Istana Kepresidenan di Jakarta dan Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat itu adalah Istana bekas kolonial. Dulunya, kata dia, Istana Negara itu dihuni oleh Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten.

“Kemudian Istana Merdeka, saya juga kaget, ternyata Istana Negara dan Istana Merdeka itu berbeda. Itu dihuni oleh Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge, kemudian di Bogor itu ternyata ada Gubernur Jenderal lagi, Gubernur Jenderal Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff,” ujarnya.

Makanya, Jokowi mengaku kerap dibayangi dengan bau kolonial ketika menempati Istana peninggalan zaman Belanda itu, bahkan sampai 79 tahun lamanya.

“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi, Belanda, bekas Gubernur Jenderal Belanda. Dan sudah kita tempati 79 tahun. Bau-baunya kolonial, selalu saya rasakan setiap hari, dibayang-bayangi,” ungkapnya.

MEMBACA  Ada Kabar Baik Bagi Pasien Jantung Koroner, Tidak Perlu Berobat ke Luar Negeri Lagi

Halaman Selanjutnya

“Itu poinnya. Bung Karno menyelamatkan Indonesia dari intimidasi kapitalisme-kolonialisme. Melalui narasi, dia pamerkan pengetahuannya di 30 Desember di Gedung Indonesia menggugat. Saya baca pembelaannya, ada statistik eksploitasi, dia hapal luar kepala. Jadi, diperlukan kecerdasan untuk memimpin Indonesia,” kata Rocky.