Sebagian besar ulama menyarankan umat Islam untuk menghindari perayaan tahun baru Masehi. Alasannya, perayaan pergantian tahun itu bukan tradisi Islam, dan penanggalan Masehi juga berasal dari umat lain. Bagaimana seharusnya sikap muslim? Ini penjelasan dari Buya Yahya dan Gus Baha.
Buya Yahya dalam ceramahnya di YouTube menyatakan bahwa perayaan tahun baru Masehi sebaiknya dihindari karena budayanya tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Beliau menyebutkan, umat Islam seharusnya tidak ikut merayakan karena acara itu sering menjerumuskan pada maksiat, seperti hura-hura dan foya-foya. Banyak yang merayakan ini adalah orang diluar Islam yang bangga dengan tahun baru mereka, dan di dalamnya ada kemaksiatan.
Buya Yahya menegaskan, mengikuti budaya kaum kafir itu tidak diperbolehkan. Kebiasaan ikut budaya non-muslim ini disebabkan oleh lemahnya pendirian seorang muslim. Ada beberapa umat Islam yang terlihat sangat gembira menyambut tahun baru Masehi, tapi tidak begitu dengan tahun baru Hijriyah yang merupakan tahunnya sendiri.
Sementara itu, Gus Baha menjelaskan tentang asal-usul penanggalan Masehi dan Hijriyah. Dalam tausiyahnya, beliau menerangkan bahwa dalam Al-Qur’an, penghitungan tahun sudah dijelaskan menggunakan sistem Syamsiah (matahari) dan Qomariah (bulan). “Misalnya kamu ahli falak, pasti tahu kalau matahari dan bulan diciptakan Allah untuk dihisab,” papar Gus Baha.
Jadi, menurut Gus Baha, Syamsiah bisa dihitung menjadi tahun Syamsiah, yang dalam bahasa sekarang disebut Masehi. Situasi ini dulu membuat Khalifah Umar bin Khattab agak tersinggung, karena penanggalan berdasarkan matahari sudah lebih dulu dipakai kelompok lain dan dinamai Masehi.
Gus Baha juga menegaskan bahwa dalam penghitungan tahun itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan label Masehi atau Hijriah. Referensi penghitungannya ya berdasarkan peredaran matahari dan bulan.