Jakarta (ANTARA) – Perusahaan logistik pangan negara Indonesia, Bulog, sedang melakukan studi mendalam tentang rencana untuk mengakuisisi beberapa produsen beras di Kamboja untuk memenuhi permintaan beras dalam negeri.
Pada diskusi media pada hari Jumat, CEO Bulog Bayu Krisnamurthi mengungkapkan bahwa perusahaannya telah mengirim tim teknis, melakukan studi intensif, dan melakukan diskusi dengan para pemangku kepentingan terkait di Kamboja.
Pihak-pihak terkait meliputi bisnis Kamboja dan negara-negara tetangga yang telah menjalin kerja sama bisnis dengan Kamboja.
Krisnamurthi mengatakan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan Bulog sebelum membuat keputusan akhir tentang mengakuisisi perusahaan beras di Kamboja.
Pertama, kapasitas produksi beras Kamboja masih relatif kecil dibandingkan dengan produsen beras lain, seperti Thailand dan Vietnam. Masalah kedua adalah infrastruktur yang terbatas untuk mendukung proses produksi beras.
“Beberapa infrastruktur direncanakan akan dibangun, namun saat ini belum ada, termasuk pelabuhan, jalan, dan listrik—meskipun hal ini sangat penting untuk bisnis beras,” jelasnya.
Selain itu, Kamboja memiliki hubungan dekat dengan Vietnam, terutama di sektor pertanian.
Keterlibatan Vietnam dalam kegiatan agribisnis di Kamboja berarti Bulog akan menghadapi persaingan ketat jika memasuki pasar tersebut. Vietnam juga merupakan pemasok beras penting bagi Indonesia.
“Jadi, kami masih mempertimbangkannya. Selain itu, kami belum menentukan angka investasi; kami akan terus mengeksplorasi berbagai kemungkinan,” kata Krisnamurthi.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Bulog untuk mengakuisisi beberapa produsen beras di Kamboja, dengan menyatakan bahwa hal ini akan membantu mendukung ketahanan pangan nasional dan memastikan cukupnya stok beras.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa produksi beras nasional turun 1,39 persen menjadi 31,10 juta ton pada 2023 dari 31,54 juta ton pada 2022.
Produksi beras di Indonesia fluktuatif karena beberapa faktor, seperti krisis iklim, penurunan lahan pertanian dan kondisi tanah, serta masalah irigasi.
Hal ini menyebabkan produksi beras menyusut sebesar 17,54 persen dari Januari hingga April, dibandingkan dengan 22,55 juta ton selama periode yang sama tahun lalu.
Konsumsi beras per kapita di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, pertumbuhan penduduk yang cepat telah memicu peningkatan permintaan beras yang terus-menerus.
Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi, impor beras dilakukan untuk memastikan tidak ada kekurangan yang dapat memicu kenaikan harga beras secara drastis.
Tahun ini, Bulog mendapat persetujuan untuk mengimpor 3,6 juta ton beras.
Berita terkait: Pemerintah optimis Indonesia segera mencapai swasembada beras
Berita terkait: Impor beras Indonesia Januari-Mei mencapai 2,2 juta ton
Penerjemah: Shofi Ayudiana, Yashinta Difa
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2024