Jumat, 11 April 2025 – 18:40 WIB
Jakarta, VIVA – Di tengah tekanan ekonomi dan perubahan regulasi global, beberapa perusahaan besar di China mulai meninggalkan budaya kerja 996 atau bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama enam hari seminggu. Perubahan ini, memberi harapan bagi para pekerja yang selama ini kelelahan dengan jam kerja yang panjang.
Baca Juga :
Perang Dagang Makin Panas Usai China Naikkan Lagi Tarif Impor Barang AS Jadi 125 %, Ini Dampaknya
Perusahaan elektronik raksasa Midea, misalnya, kini mewajibkan karyawannya pulang pukul 18.20 dan melarang adanya rapat di luar jam kerja. Di media sosial WeChat, Midea bahkan mempromosikan slogan baru seperti, ‘Apa yang kamu lakukan setelah kerja? Kehidupan dimulai setelah kerja.’
“Kami ingin berinovasi dan menciptakan nilai dalam delapan jam kerja, bukan di luar itu,” ujar Zhao Lei, Wakil Presiden Midea, seperti dikutip dari CNBC, Jumat, 11 April 2025.
Baca Juga :
China Balas Trump, Naikkan Tarif Impor Barang AS Jadi 125 Persen
Langkah tersebut, dianggap radikal di Tiongkok yang selama 15 tahun terakhir menjunjung tinggi budaya kerja lembur. Bahkan Jack Ma, pendiri Alibaba, pernah menyebut sistem 996 sebagai ‘berkah’. Namun kini, Midea bukan satu-satunya yang berubah.
Ilustrasi aktivitas / bekerja.
Baca Juga :
Antisipasi Serbuan Produk Baja China Imbas Perang Dagang, Asosiasi Soroti soal Rantai Pasok
Haier, juga menerapkan sistem kerja lima hari seminggu, dan DJI, pabrikan drone terbesar dunia, mengharuskan kantor dikosongkan pukul 21.00. Bahkan, sebuah firma hukum di Beijing, didenda karena memperpanjang jam kerja karyawan secara ilegal.
Pemerintah China juga mendorong batas kerja maksimal 44 jam seminggu, serta menggalakkan hak cuti dan waktu istirahat. Menurut Shujin Chen, ekonom dari Jefferies, meski niat pemerintah tampak serius, tetapi tetap ada tantangan besar yang mengintai.
“Mereka (pemerintah) ingin orang lebih santai, lebih banyak libur, dan lebih konsumtif,” ujarnya. “Tapi kalau penghasilan kurang dan pekerjaan tidak aman, itu juga sulit dilakukan,” sambung dia.
Sebagaimana diketahui, jam kerja rata-rata di China masih tergolong tinggi, yakni 46,1 jam per minggu menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2024. Sebagai perbandingan, angka itu lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan (38,6 jam), Amerika Serikat (38 jam), dan Jepang (36,6 jam).
Bahkan data pemerintah China mencatat angka 49,1 jam pada Januari, naik dari 46,2 jam pada April 2022, lonjakan yang dikaitkan dengan meningkatnya ketidakpastian kerja.
Analis Liu Xingliang mengungkapkan bahwa perubahan mendadak ini juga dipicu aturan baru Uni Eropa yang melarang perusahaan melakukan ‘kerja paksa’ pada karyawan, termasuk jam lembur yang berlebihan.
Halaman Selanjutnya
“Mereka (pemerintah) ingin orang lebih santai, lebih banyak libur, dan lebih konsumtif,” ujarnya. “Tapi kalau penghasilan kurang dan pekerjaan tidak aman, itu juga sulit dilakukan,” sambung dia.