Rakyat Yaman mungkin akan menjatuhkan Houthi dengan dukungan Israel dan AS, Foto/X/@GlobeEyeNews
SANAA – Mansour Saleh, lulusan sejarah berusia 25 tahun di Sanaa, telah terpaku pada perkembangan politik dan militer di Suriah.
“Menakjubkan”, “misterius”, dan “tak terduga”, adalah beberapa kata yang ia gunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi di negara itu bulan ini.
Jatuhnya pemimpin Suriah Bashar al-Assad pada awal Desember telah membuat jutaan orang Yaman berpikir tentang apa yang akan terjadi pada negara mereka sendiri.
Sebagian mengatakan jatuhnya Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman – yang menguasai Sanaa dan sebagian besar Yaman utara dan barat – mungkin menjadi “kejutan berikutnya” di wilayah tersebut.
“Teman-teman saya punya pandangan berbeda. Sebagian menelepon saya, senang dengan runtuhnya rezim Suriah, dan yang lainnya sedih atas skenario seperti itu. Kita adalah masyarakat yang sangat terpecah belah,” kata Saleh, dilansir Al Jazeera.
Setelah Assad Tumbang, Mungkinkah Rakyat Yaman Jatuhkan Houthi?
1. Tumbangnya Rezim Assad Jadi Inspirasi
Kekalahan Al-Assad terasa personal bagi pendukung Houthi yang melihat diri mereka sebagai bagian dari “poros perlawanan” yang lebih luas, yang dipimpin Iran, terhadap Israel dan Amerika Serikat.
Di bawah al-Assad, Suriah dianggap sebagai bagian penting dari poros tersebut dan jalur untuk transfer senjata antara Iran, Irak, dan Lebanon.
Abdulrahman Ali, seorang pria berusia 40 tahun di Sanaa, mengatakan runtuhnya rezim Suriah sebelumnya merupakan “kerugian besar”.
“Ketika saya menonton berita tentang jatuhnya Damaskus ke tangan kelompok militan Suriah yang didukung Turki, saya menangis. Secara pribadi, saya tidak peduli dengan Bashar. Yang penting adalah kekuatan poros perlawanan yang berkelanjutan,” kata Ali kepada Al Jazeera.
Houthi, yang menguasai Sanaa secara bersenjata pada September 2014 dan kemudian, pada tahun 2015, menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional, merupakan bagian dari ‘poros perlawanan’ Iran, yang meliputi Perlawanan Islam di Irak, Pasukan Mobilisasi Rakyat di Irak, dan Hizbullah di Lebanon. Bekas pemerintah Suriah juga dianggap sebagai bagian dari poros tersebut.
Pengambilalihan kekuasaan oleh Houthi memicu perang karena pemerintah yang digulingkan dan sekutu regional – yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab – mencoba merebut kembali kendali Yaman.