Rupiah Menguat, Biaya Produksi Bisa Turun

Nilai tukar (kurs) rupiah terus menguat dalam dua hari terakhir. Namun, pemerintah tidak boleh lengah karena penguatan rupiah masih bersifat temporal.

“Semua kemungkinan bisa terjadi ke depan. Volatilitas akan terus mewarnai pasar global dan domestik,” kata anggota Komisi XI DPR Kamrussamad saat dihubungi, Selasa (25/6).

Menurut Kamrussamad, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ke depan, Komisi XI sudah memberikan masukan ke otoritas moneter agar mengevaluasi kebijakan operasi moneter mulai dari intervensi pasar sampai instrumen kebijakan melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

“Termasuk efektivitas bauran kebijakan dengan otoritas fiskal,” katanya.

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin, 24 Juni, ditutup menguat.

Rupiah naik 56 poin atau 0,34 persen menjadi Rp16.394 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.450 per dolar AS.

Sementara perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.375 per dolar AS. Rupiah menguat 19 poin atau 0,12 persen dari perdagangan sebelumnya.

Kamrussamad mengatakan penguatan rupiah akan berdampak pada penurunan biaya produksi. “Penurunan biaya produksi terhadap industri yang komponen importnya dominan. Sebaliknya, pelemahan rupiah akan menaikkan cost produksi terhadap industri dengan komponen importnya.”

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin, 24 Juni, ditutup menguat dan akan berdampak pada penurunan biaya produksi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

MEMBACA  Program KIP-K hanya untuk siswa miskin, penyalahgunaan akan menuntut pembayaran kembali: Menteri