Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) telah menekankan pentingnya peran masyarakat dalam tindakan iklim yang berkelanjutan, terutama mereka yang paling terdampak oleh perubahan iklim, termasuk dalam lingkup ASEAN.
Wakil Menteri untuk pengendalian perubahan iklim dan tata kelola nilai ekonomi karbon di KLH/BPLH, Laksmi Dhewanthi, mengatakan bahwa Asia Tenggara sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim karena letak geografisnya, sektor ekonomi, dan karakteristik sosialnya.
Dia mengatakan hal tersebut pada peluncuran dokumen ASEAN yang berjudul “Assessment of Community-based Climate Action (CBCA) in ASEAN” di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim ke-29 (COP29) di Azerbaijan, yang diikuti secara online dari Jakarta pada hari Senin.
“Dari naiknya permukaan laut yang mengancam komunitas pantai hingga peningkatan frekuensi badai dan kekeringan yang lebih intens: Tantangan-tantangan ini berdampak pada semua sektor dan kehidupan di wilayah ASEAN,” kata Dhewanthi.
Dia memperingatkan bahwa jika ini tidak ditangani, wilayah ASEAN bisa mengalami kerugian potensi ekonomi hingga 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2050 dari sektor ekonomi, pariwisata, dan perikanan.
“Tindakan berbasis masyarakat atau pendekatan berbasis masyarakat ini mengakui pentingnya kearifan lokal, inovasi, dan kepemimpinan dalam tindakan mitigasi dan adaptasi,” katanya.
“Melalui tindakan iklim berbasis masyarakat, ASEAN ingin memanfaatkan kekuatan tersebut untuk mempromosikan strategi yang dilaksanakan oleh komunitas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” tambahnya.
Beberapa aspek tindakan berbasis masyarakat meliputi praktik pertanian berkelanjutan, solusi energi terbarukan baru, dan tindakan konservasi yang dilakukan oleh komunitas di tingkat akar rumput.
Dokumen tersebut, jelasnya, menguraikan praktik-praktik sukses tindakan iklim berbasis masyarakat dan memberikan ruang bagi berbagi pengetahuan dan kerjasama di masa depan oleh para pemangku kepentingan.
Dokumen tersebut menyoroti karakteristik tindakan berbasis masyarakat, kesenjangan, dan tantangan serta strategi kunci untuk membangun ketahanan komunitas.
Dhewanthi lebih lanjut mengatakan bahwa kerjasama dapat dilakukan tidak hanya di antara negara-negara anggota ASEAN tetapi juga pemangku kepentingan lainnya.
“Dengan mendukung tindakan iklim berbasis masyarakat, kita dapat membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan yang memberdayakan setiap individu, terutama mereka yang berada di garis depan perubahan iklim,” tambahnya.
Berita terkait: Indonesia akan mengejar target iklim sub-nasional mulai tahun 2025
Berita terkait: Indonesia mendorong tindakan global terhadap kenaikan permukaan laut
Berita terkait: Kementerian mendorong peran wanita dalam tindakan iklim
Translator: Prisca Triferna Violleta, Cindy Frishanti Octavia
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024