Rekomendasi Strategis untuk Memperkuat Penanggulangan Kemiskinan Melalui Peraturan Presiden

Sabtu, 29 November 2025 – 08:21 WIB

Jakarta, VIVA – Presiden Prabowo Subianto sudah menargetkan untuk menurunkan angka kemiskinan dibawah 6 persen. Beliau juga berencana menghapuskan kemiskinan ekstrem sampai nol persen dalam dua tahun pertama pemerintahannya. Namun, target ini menghadapi berbagai tantangan yang sangat kompleks.

Bahkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin mencapai 23,85 juta orang, atau sekitar 8,47 persen. Angka kemiskinan di pedesaan (11,03%) ternyata masih lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan (6,73%).

Kondisi ini terlihat paradoks, karena Anggaran Perlindungan Sosial di APBN 2025 mencapai Rp 503,2 triliun, tetapi angka kemiskinan belum juga turun secara signifikan.

Deputi LAN, Tri Widodo, menjelaskan bahwa pemerintah menghadapi tantangan struktural dan kultural dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Tantangan-tantangan itu antara lain ketidakakuratan data, ego sektoral, dan birokrasi yang terlalu fokus pada hal-hal administratif saja.

Sebenarnya pemerintah sudah menerbitkan Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang optimalisasi pengentasan kemiskinan. Namun, dalam pelaksanaannya, kebijakan ini belum berjalan dengan optimal karena sifat Inpres yang hanya berupa instruksi dan terbatas pada arahan internal.

“Oleh karena itu, LAN sangat mengapresiasi rekomendasi dari peserta PKN untuk meningkatkan Inpres 8/2025 ini menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” ujarnya.

Perwakilan peserta, Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag, menekankan pentingnya sebuah Perpres yang dapat mengakomodir tiga sektor strategis yang saling terkait dan berperan besar dalam menurunkan kemiskinan secara berkelanjutan.

“Pertama, sektor ketenagakerjaan. Kemiskinan tidak boleh lagi dilihat hanya sebagai masalah pendapatan, tetapi juga sebagai kurangnya kemampuan. Sebagian besar penduduk miskin bekerja di sektor informal yang rentan, berpenghasilan rendah, tidak stabil, dan minim perlindungan sosial. Ini membuat mobilitas ekonomi mereka sangat terbatas,” jelasnya.

MEMBACA  Inovasi Canggih untuk Restorasi Gigi yang Awet dan Alami

“Kedua, sektor kesehatan. Masyarakat yang sehat pasti lebih produktif dan bisa menaikkan pendapatan keluarga. Tapi kenyataannya, distribusi layanan kesehatan masih belum merata. Ini terlihat dari tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi, serta masalah dalam distribusi logistik kesehatan,” lanjutnya.

Halaman Selanjutnya

“Ketiga, sektor pendidikan. Data BPS tahun 2025 mencatat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh lulusan pendidikan dasar. Hal ini berdampak langsung pada rendahnya kualitas SDM, tingginya pengangguran dan kemiskinan, serta kerentanan sosial. Kualitas pendidikan yang tidak merata juga membuat produktivitas masyarakat kurang maksimal.”