Reformasi Kepolisian dan Ketegangan Tersirat antara Kapolri dan Presiden

loading…

Selamat Ginting, Pengamat Politik Universitas Nasional (UNAS). Foto/istimewa

JAKARTA – Selamat Ginting
Pengamat Politik Universitas Nasional (UNAS).

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menunjuk Jenderal Polisi Kehormatan (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden untuk Kamtibmas dan Reformasi Polri. Penunjukan ini menjadi sinyal awal bahwa Presiden ingin mengambil alih kendali atas reformasi institusi kepolisian. Ini adalah langkah strategis sekaligus politis di tengah sorotan publik terhadap kinerja dan integritas Polri.

Tapi, ketika Presiden sedang melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo tiba-tiba membentuk Tim Reformasi Polri yang anggotanya dari internal Polri sendiri. Langkah ini tentu bikin pertanyaan: Apa ini bentuk kelancangan terhadap wewenang Presiden?

**Kelincahan atau Kelancangan?**

Secara administratif, Kapolri memang punya kewenangan untuk mengelola tubuh Polri. Tapi, konteks dan momentum politik dari pembentukan tim reformasi internal ini memberi kesan bahwa Kapolri sedang melakukan manuver strategis untuk mempertahankan otonomi institusi Polri — bahkan sebelum Presiden sempat menjalankan visi reformasinya sepenuhnya.

Bukan cuma masalah prosedural, langkah Kapolri ini bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan halus terhadap campur tangan eksekutif, yang dalam hal ini ditandai dengan pembentukan Komite Reformasi Polri oleh Presiden. Dengan membentuk timnya sendiri duluan, Kapolri berusaha menetapkan kerangka reformasi berdasarkan patokan internal, bukan keinginan eksternal dari presiden baru.

MEMBACA  Pemimpin Redaksi Media Iran Menyatakan Kepala IAEA Pantas Dieksekusi atas Kerjasama dengan Mossad