Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meluncurkan Pusat Riset Alga Tropis Internasional (ITSRC) di Badung, Bali, pada hari Rabu. Pusat penelitian ini dibuka dalam kerjasama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa ITSRC menandai langkah penting dalam kolaborasi global untuk penelitian, pengembangan, dan integrasi dari hulu ke hilir dalam industri rumput laut. “ITSRC akan berfungsi sebagai pusat studi, penelitian ilmiah, transfer teknologi, dan pembangunan kapasitas dalam industri rumput laut,” katanya.
Pusat penelitian ini dibangun melalui kerjasama antara pemerintah, para ahli rumput laut global, praktisi rumput laut nasional dan asosiasi, universitas dalam dan luar negeri, serta mitra pengembangan, termasuk Bank Dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Organisasi PBB untuk Pengembangan Industri (UNIDO), dan PBB Global Compact.
Pada acara peluncuran, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga mengadakan seminar tentang “Mengakselerasi Integrasi Hulu-Hilir Industri Rumput Laut.” Pemerintah Indonesia berupaya mendorong pengembangan industri rumput laut hulu, misalnya, dengan meluncurkan proyek percobaan untuk budidaya rumput laut dalam skala besar di Teluk Ekas, Lombok Timur.
Luhut mencatat bahwa beberapa studi telah menunjukkan potensi besar untuk produk turunan rumput laut, termasuk biostimulan, pupuk organik, bahan makanan, bioplastik, dan bahan bakar nabati. Dia mengatakan bahwa hilirisasi rumput laut memiliki potensi ekonomi tinggi, dengan proyeksi ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 2033 mencapai US$19 miliar.
Pada seminar dan acara peluncuran pusat penelitian, semua pemangku kepentingan menguraikan tiga komitmen. Komitmen pertama adalah peningkatan pengembangan kapasitas dan produktivitas serta peningkatan industri rumput laut tropis, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan Visi Maritim Indonesia 2045, yang memvisualisasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Komitmen kedua adalah memperkuat kolaborasi global untuk pembangunan berkelanjutan industri rumput laut tropis dan mempromosikan visi terpadu untuk kesejahteraan manusia, kemakmuran, dan planet ini. Komitmen ketiga adalah mengembangkan dan melaksanakan rencana konkret untuk memperkuat pendirian ITSRC.
Sistem Peringatan Bencana
Kemudian pada hari Rabu, Forum Air Dunia ke-10 di Bali juga membahas bagaimana sistem peringatan bencana berbasis masyarakat adalah komponen paling penting dari kerjasama Pusat Keunggulan (CoE). “Sistem peringatan di masyarakat adalah persyaratan utama. Namun, jika tidak didukung oleh perencanaan tata ruang yang tepat dan teknologi, akan tetap ada korban. CoE membahasnya,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, pada hari Rabu.
Dia membuat pernyataan tersebut setelah menghadiri diskusi panel tentang COE, yang diselenggarakan sebagai bagian dari forum di Badung, Bali. Karnawati mengatakan bahwa sistem peringatan dini bencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, masih bergantung pada penerapan teknologi. Teknologi, katanya, tidak dapat menjadi solusi jika tidak didukung oleh aspek sosial, terutama keterlibatan masyarakat.
“Misalnya, teknologi sudah canggih untuk peringatan dini tsunami; lonjakan teknologi telah besar. Namun, meskipun ada sistem peringatan dini dan pemerintah pusat menyediakannya kepada daerah, harus ada respons dari masyarakat,” jelasnya.
Dia menekankan perlunya partisipasi masyarakat melalui komunitas yang dibangun di daerah rawan bencana agar sistem peringatan dini dapat berjalan optimal dan mencapai mereka yang berisiko terkena dampak bencana.
Indonesia menjadi tuan rumah Forum Air Dunia ke-10 dengan tema “Air untuk Kemakmuran Bersama” di Bali dari 18 hingga 25 Mei. Forum ini bertujuan untuk membangun kerjasama CoE di wilayah Asia-Pasifik untuk menanggapi isu air yang dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Kehadiran CoE sebagai aliansi negara-negara di Asia-Pasifik diharapkan dapat membentuk kolaborasi yang kuat dalam merespons mitigasi bencana. Diskusi panel tentang CoE dihadiri oleh perwakilan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, UNESCO, dan pelaku bisnis swasta, antara lain.
Indonesia Berupaya Kerjasama dengan Finlandia
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa pemerintah Indonesia dan Finlandia sedang menjajaki kerjasama dalam tiga bidang, termasuk digitalisasi. “Pemerintah Finlandia ingin berkerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk tiga hal. Yang pertama adalah digitalisasi, yang kedua adalah Pusat Data Nasional, dan yang ketiga adalah PPDR, atau Perlindungan Publik untuk Bantuan Bencana,” kata Setiadi dalam sebuah pernyataan dari kementeriannya pada hari Rabu.
Indonesia menyambut baik undangan untuk berkolaborasi, mengingat bahwa Finlandia adalah negara maju dengan beberapa perusahaan teknologi yang mampu. Melalui kerjasama dengan Finlandia, Indonesia berpotensi mendapatkan dukungan untuk pengembangan teknologi di masa depan.
“Ada banyak perusahaan yang memiliki teknologi baik yang bisa kita kerjasama atau bekerja sama dengan pemerintah Finlandia untuk mendukung ketiga hal tersebut,” katanya.
Undangan kerjasama itu disampaikan saat pertemuan antara Setiadi dan Menteri Perdagangan dan Pembangunan Luar Negeri Finlandia Ville Tavio di Bali pada hari Senin (20 Mei). Pertemuan itu berlangsung di sela-sela Forum Air Dunia ke-10.
Setiadi mengharapkan bahwa pertemuan tersebut akan diikuti dengan kerjasama di masa depan, terutama karena Indonesia dan Finlandia telah menjalin kerjasama bilateral di berbagai bidang selama 70 tahun.
“Kami berharap kerjasama ini akan berlanjut karena kami telah menjalin hubungan kerjasama selama 70 tahun. Sudah tujuh dekade,” katanya.
Pada 30 Januari, Setiadi juga membahas kerjasama infrastruktur digital dengan Menteri Urusan Ekonomi Finlandia Wille Rydman dalam sebuah pertemuan di Jakarta.