Puing-puing pesawat Perang Dunia II ditemukan di hutan Intipapo Papua

Puing-puing pesawat tempur yang jatuh selama Perang Dunia II ditemukan di hutan Intipapo Desa Amyu, Kecamatan Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, seorang perwira militer Indonesia menyatakan.

Beberapa warga desa pertama kali memberitahukan tentang puing-puing pesawat kepada personel Satgas Batalyon Infanteri 122/Tombak Sakti yang beroperasi di daerah tersebut, kata komandan satuan tugas itu, Letkol Dicky Apriyadi.

Untuk memeriksa lokasi kecelakaan, beberapa prajurit bersama warga desa pada Rabu (22 Mei) pergi ke hutan yang sangat dihormati oleh penduduk setempat selama berabad-abad, karena dianggap sebagai “tempat suci”, katanya kepada ANTARA pada Kamis.

Oleh karena itu, sebelum menuju ke hutan, upacara tradisional diadakan di bawah kepemimpinan kepala suku Amyu Karlos Enev Ewir, katanya ketika dihubungi dari Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.

Pesawat Perang Dunia II yang jatuh di area hutan Intipapo Kabupaten Keerom, yang berlokasi dekat perbatasan Indonesia-Papua Nugini, mungkin milik Polandia, kata Apriyadi.

Pesawat itu mungkin jatuh pada tahun 1942, tetapi puing-puingnya tetap tidak tersentuh selama beberapa dekade karena status suci hutan bagi penduduk setempat, meskipun saat ini sudah ada lahan perkebunan kelapa sawit dekat hutan suci itu, katanya.

Dalam memenangkan hati dan pikiran warga, personel Satgas Batalyon Infanteri 122/Tombak Sakti telah berusaha sekuat tenaga mendekati mereka melalui pendekatan humanistik, katanya.

Mereka menghormati upacara tradisional warga sebelum masuk ke hutan dan juga memberikan pelayanan medis kepada mereka, kata Apriyadi.

“Sekarang, baling-baling pesawat Perang Dunia II ini telah diangkat dari hutan Intipapo dan dilaporkan kepada pemerintah kabupaten Keerom, Komando Distrik Militer 172/PWY, dan Pangkalan Udara Silas Papare,” ungkapnya.

Pulau Papua, menurut catatan sejarah Perang Dunia II, dikenal sebagai pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland yang menjadi salah satu medan perang sengit antara Jepang dan pasukan sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

MEMBACA  Pemerintah Memperbarui Panduan Puskesmas untuk Menyesuaikan Diri dengan Perubahan Demografis

Pada saat itu, seperti yang digambarkan oleh Britannica.com, pasukan Sekutu di Pasifik Barat Daya dipimpin oleh Jenderal Douglas MacArthur setelah dia diperintahkan ke Australia pada Maret 1942.

Sumber tersebut mencatat bahwa Jenderal MacArthur “melancarkan serangan di Papua yang mengusir Jepang dari Papua pada Januari 1943”.

Berdasarkan latar belakang sejarah ini, beberapa wilayah di provinsi Papua Indonesia menjadi rumah bagi situs-situs sisa Perang Dunia II.

Di Kabupaten Biak Numfor, misalnya, beberapa gua di Desa Sumberker, Kecamatan Samofa, juga pernah digunakan oleh tentara Jepang sebagai tempat berlindung selama perang.

Oleh karena itu, beberapa wisatawan Jepang, yang ditemani oleh beberapa pejabat Indonesia, sering mengunjungi berbagai situs Perang Dunia II di Biak Numfor, termasuk gua-gua itu.

Pada Maret 2011, sekitar 11 orang Jepang mengunjungi situs Perang Dunia II di Biak Numfor. Mereka adalah pemimpin tim Nishikubo Manabu, Kazushi Yamagishi, Iwabuchi Nobuteru, Okubo Harua, Sachio Tanaka, Yoshiko Sakamoto, Kazuki Chida, Yazusima Takashi, Takashi Yasukawa, dan Ikuyo Sato Saputro.

Kunjungan mereka ke Biak Numfor adalah kegiatan rutin sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kerja sama antara pemerintah Jepang dan Indonesia dalam kerangka hubungan bilateral, terutama di bidang sosial budaya.

Berita terkait: Biak Numfor di Papua berencana membangun museum bawah air

Translator: Evarukdijati, Rahmad Nasution
Editor: Bayu Prasetyo
Copyright © ANTARA 2024