Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono memastikan produksi beras nasional tahun 2025 diproyeksikan akan mencatat surplus sebanyak 3,5 juta ton, sehingga pasokan dalam negeri terjamin tanpa perlu impor sampai akhir tahun.
“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir Desember 2025 mendatang, produksi beras diprediksi surplus 3,5 juta ton dibandingkan tahun lalu. Insya Allah, jika semua berjalan sesuai rencana, kita tidak perlu impor beras tahun ini,” ujar Sudaryono di Jakarta, Rabu (10 Sept).
Dia menjelaskan, produksi beras nasional hingga akhir 2025 diperkirakan mencapai 33–34 juta ton, yang mengindikasikan surplus sekitar 3,5 juta ton dibanding tahun sebelumnya.
“Berdasarkan kalkulasi sementara, produksi beras tahun ini akan sekitar 33–34 juta ton, dengan surplus lebih dari tiga juta ton, sesuai dengan proyeksi,” ujarnya usai membuka Seminar Nasional Mahasiswa Pertanian yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (Popmasepi).
Namun, Sudaryono tidak merinci angka pasti produksi tahun 2024. Dia hanya menekankan bahwa produksi tahun ini akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Merujuk laporan ANTARA per 30 Desember 2024, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengumumkan total produksi beras domestik telah melebihi 30 juta ton pada akhir tahun tersebut.
Berita terkait: Bulog pastikan kualitas 3,9 juta ton cadangan beras pemerintah
Sudaryono menambahkan, Kementerian Pertanian hanya menghitung luas tanam, sementara volume panen ditetapkan secara resmi oleh BPS yang melakukan evaluasi nasional secara berkala.
Dia mencatat, semakin banyak lahan yang ditanami padi, semakin besar potensi panen, dengan tren produksi diproyeksikan naik dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mengalami fluktuasi.
Berbagai faktor mendukung peningkatan ini, termasuk penggunaan alat mesin pertanian modern, distribusi pupuk yang lancar, irigasi efektif melalui sistem pompa, dan kondisi cuaca yang mendukung kegiatan bertani.
Dia menambahkan, kebijakan pemerintah juga berperan penting, khususnya pendampingan intensif dari penyuluh pertanian, yang telah mendorong petani untuk memperluas area tanam dan meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan.
Sudaryono menyoroti, harga gabah kering panen di tingkat petani sebesar Rp6.500 per kilogram menjadi insentif penting, yang memotivasi petani untuk meningkatkan penanaman di sentra-sentra produksi.
“Semakin banyak kita tanam, semakin banyak kita panen. Tapi Kementan tidak menghitung volume panen, karena itu terus dievaluasi oleh BPS,” ujar Wamen tersebut.
Berita terkait: Daerah didorong stabilkan harga pangan untuk jaga inflasi di bawah 3,5%
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025