Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II Thomas Djiwandono mengatakan bahwa memastikan keadilan pajak, sesuai dengan prinsip ekonomi syariah, dapat meningkatkan kesejahteraan sosial. “Dalam keuangan publik Islam, sumber daya harus didistribusikan secara adil di antara semua anggota masyarakat tanpa diskriminasi, sehingga meminimalkan disparitas kekayaan dan mempromosikan kesejahteraan sosial,” paparnya dalam Konferensi Keuangan Islam Tahunan ke-8 (AIFC) di sini pada Kamis.
Menurutnya, menurut prinsip syariah, pengumpulan pajak harus adil dan tidak memberikan beban berlebih pada kelompok manapun. Dia menambahkan bahwa prinsip-prinsip tersebut juga melarang penerapan pajak atas bunga, mengambil keuntungan berlebihan, serta menciptakan ketidakpastian dan spekulasi karena praktik-praktik tersebut bersifat eksploitatif dan dapat menyebabkan akumulasi kekayaan yang tidak adil.
Mengenai peningkatan kesetaraan ekonomi, dia mengatakan bahwa orang-orang yang lebih kaya juga didorong untuk memberikan kontribusi lebih kepada masyarakat melalui zakat dan sedekah, selain membayar pajak. “Sementara itu, mengenai pengeluaran dan anggaran publik, prinsip-prinsip Islam menyatakan bahwa pengeluaran anggaran harus difokuskan pada mempromosikan keadilan sosial dan meningkatkan kesejahteraan sosial,” katanya.
Hal ini dapat direalisasikan dengan menyediakan layanan kesehatan publik berkualitas dan terjangkau, gizi, pendidikan, dan perlindungan sosial untuk mengurangi kemiskinan dan mendukung masyarakat kurang mampu.
Dia menambahkan bahwa prinsip “iqtishad” dari ekonomi Islam juga sejalan dengan prinsip keuangan publik karena mendorong penggunaan anggaran negara yang bijaksana dan seimbang. Menurut prinsip tersebut, pengeluaran publik harus sejalan dengan nilai pendapatan negara untuk menghindari utang dan defisit yang berlebihan, katanya.
“Tata kelola yang baik juga merupakan aspek kunci dari keuangan publik Islam di mana transparansi dan akuntabilitas diwajibkan untuk memastikan bahwa dana publik dikelola secara bertanggung jawab dan etis,” katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dari perspektif Islam, pejabat publik dianggap sebagai wali dari kekayaan publik, sehingga penggunaan dana publik harus didokumentasikan secara jelas melalui audit reguler untuk menjaga kepercayaan publik serta mencegah korupsi dan penyalahgunaan.
Menurut Djiwandono, kebijakan fiskal yang dirancang dengan baik sangat penting untuk mengatasi tantangan global yang kompleks saat ini. “Keuangan publik Islam memiliki potensi besar untuk menciptakan pembangunan ekonomi nasional dan global yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Namun, dibutuhkan upaya kolektif dan inovasi untuk merealisasikan potensi penuhnya,” tambahnya.
Berita terkait: Konsumsi produk halal tingkat global diperkirakan mencapai US$3,1 T
Berita terkait: Ekonomi syariah akan mendorong transformasi di Indonesia, dunia: BI
Reporter: Uyu Septiyati Liman
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2024