Air adalah sumber kehidupan dan memainkan peran penting dalam eksistensi manusia dan pembangunan masyarakat di suatu negara. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu mendorong pembangunan di berbagai sektor untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Untuk mencapai target ini, pengembangan infrastruktur air dianggap memainkan peran penting dalam mencapai tujuan ini.
Menyampaikan kepada para kepala negara yang hadir di Pertemuan Tingkat Tinggi (HLM) Forum Air Dunia ke-10 (WWF) di Nusa Dua, Bali, Senin, Presiden Indonesia Joko Widodo menyoroti pencapaian pemerintahannya dalam membangun dan memperkuat infrastruktur air domestik.
“Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia telah memperkuat infrastruktur airnya dengan membangun 42 bendungan; 1,18 juta hektar jaringan irigasi; dan 2.156 kilometer pengendalian banjir dan perlindungan pantai; serta merehabilitasi 4,3 juta hektar jaringan irigasi,” presiden mencatat dalam pidato pembukaannya.
Kepala negara kemudian menekankan peran penting air yang juga digunakan untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung (PLTS) di Waduk Cirata, Jawa Barat, sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara.
Beliau menegaskan bahwa air berperan sentral dalam kehidupan manusia. Presiden juga mengutip penelitian Bank Dunia yang memperkirakan kekurangan air bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga enam persen pada tahun 2050.
“Kelangkaan air juga dapat memicu perang dan dapat menjadi sumber bencana. Terlalu banyak air atau terlalu sedikit air keduanya bisa menjadi masalah bagi dunia,” katanya.
Oleh karena itu, beliau menegaskan bahwa WWF ke-10 sangat strategis untuk merevitalisasi tindakan nyata dan komitmen bersama dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya air terpadu.
Selain menekankan peran kritis air dalam kehidupan manusia, Presiden Jokowi juga menekankan perlunya melestarikan kearifan lokal untuk menjaga air sebagai nilai budaya yang diwarisi dari leluhur kita.
Beliau menjelaskan bahwa sistem irigasi Subak di Provinsi Bali adalah salah satu bentuk kearifan lokal tersebut.
“Sebagai negara, dengan luas wilayah air mencapai 65 persen, Indonesia kaya akan kearifan lokal dalam pengelolaan air, dari sepanjang garis pantai, tepian sungai hingga tepi danau,” katanya.
Presiden menekankan bahwa sumber daya air memiliki nilai budaya penting bagi masyarakat Indonesia, dengan sistem irigasi Subak di Bali telah dipraktikkan sejak abad ke-11 dan diakui sebagai warisan budaya dunia.
Jokowi juga mencatat bahwa air bagi masyarakat adalah keagungan Tuhan sambil menyoroti nilai spiritual dan budaya air yang harus dikelola bersama.
Jokowi mencatat bahwa hal ini sejalan dengan tema WWF saat ini, yaitu “Air untuk Kemakmuran Bersama” yang dapat diinterpretasikan menjadi tiga prinsip dasar.
Prinsip-prinsip tersebut adalah menghindari persaingan, memprioritaskan kesetaraan dan kerjasama inklusif, serta mendukung perdamaian dan kemakmuran bersama.
“Semua tiga dapat direalisasikan dengan satu kata kunci, yaitu kolaborasi,” tegas Jokowi.
“Di Indonesia, kolaborasi telah menjadi kunci keberhasilan dalam memulihkan Sungai Citarum serta mengembangkan energi hijau, panel surya terapung di Waduk Cirata, yang merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia,” katanya.
Kolaborasi sebenarnya diperlukan untuk meningkatkan kualitas air dan melestarikan ketersediaannya di tengah ancaman krisis air. Pengelolaan air seharusnya tidak hanya melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan akademisi tetapi juga generasi muda.
Generasi muda dapat memberikan kontribusi nyata dalam menjaga keamanan dan keberlanjutan sumber daya air. Cara-cara paling sederhana adalah menjauhkan limbah plastik dari laut dan menghemat air.
Cinta Laura, Duta Komunikasi untuk WWF ke-10, menyampaikan pernyataan tersebut di Pusat Media di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, pada Senin, 20 Mei.
“Keterlibatan semua orang dalam perlindungan dan konservasi sumber daya air akan membawa dampak positif bagi lingkungan dan tentu saja iklim,” katanya.
Pemuda juga dapat membantu dalam pelestarian air dengan menyebarkan informasi positif tentang konservasi air bersih dan mitigasi bencana melalui berbagai saluran komunikasi.
Sementara itu, Andy Bahari, pemimpin sukarelawan dari World Clean Up Day Indonesia, menekankan bahwa pelestarian dan konservasi air dari limbah adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan keberlanjutan air bagi generasi mendatang.
“Limbah yang menumpuk di sungai mencemari kualitas air. Hal ini berdampak pada manusia dan lingkungan karena terkontaminasi oleh zat berbahaya,” katanya.
Oleh karena itu, partisipasi semua pihak diperlukan untuk memastikan keberlanjutan air.
WWF ke-10 berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 18-25 Mei dengan tema “Air untuk Kemakmuran Bersama” dengan enam sub-tema: Keamanan dan Kemakmuran Air, Air untuk Manusia dan Alam, Pengurangan dan Pengelolaan Risiko Bencana, Tata Kelola, Kerjasama dan Hidro-diplomasi, Keuangan Air yang Berkelanjutan, dan Pengetahuan dan Inovasi.