Regenerasi sumber daya manusia di sektor pertanian – ditandai dengan munculnya petani muda dan penguasaan teknologi yang lebih baik – sangat diperlukan, terutama di pusat-pusat pangan di Indonesia. Tentu saja, munculnya petani muda harus disertai dengan kebijakan pangan yang bijaksana yang dapat menampung kebutuhan pertanian dan panen yang sukses. Kedaulatan pangan berarti memberikan kebebasan kepada petani untuk mengembangkan jenis budidaya yang diminati, yang menyesuaikan dengan kondisi iklim dan lahan, sementara entitas bisnis dan pemerintah memainkan peran yang lebih besar dalam menyediakan fasilitas dan dukungan. Menurut Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian, Dedi Nursyamsi, inovasi dan teknologi adalah kunci untuk meningkatkan produksi pertanian dengan tujuan akhir mewujudkan swasembada pangan. Namun, untuk mencapai swasembada pangan, kedaulatan harus selalu menjadi basis. Kedaulatan penting untuk menciptakan sumber daya manusia pertanian yang unggul. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa banyak petani tidak melanjutkan pertanian karena gagal panen. Oleh karena itu, pemerintah sangat berhati-hati dalam membina petani, terutama para pemuda, untuk mendorong mereka untuk terus mengejar bidang keahlian masing-masing. Inovasi dan teknologi dalam pertanian harus terus diperkenalkan kepada petani di daerah. Hal ini karena petani saat ini, selain melek teknologi, juga lebih cenderung mengadopsi teknologi dan inovasi baru. Mereka adalah yang akan menentukan teknologi dan inovasi terbaik yang akan digunakan. Sebagai contoh, jagung adalah salah satu komoditas yang mendukung swasembada pangan nasional. Pengembangan benih jagung berkualitas harus memastikan bahwa mereka memenuhi kriteria, yaitu tahan terhadap hama penggerek batang dan toleran terhadap herbisida. Dengan cara itu, produksi petani dapat berkali lipat, sedangkan biaya pupuk dapat dikurangi. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan antusiasme petani untuk melakukan kegiatan penanaman. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi biji jagung kering dengan kadar air 14 persen mencapai 14,77 juta ton pada tahun 2023. Dengan bantuan kebijakan, pemerintah terus mendorong peningkatan produksi jagung nasional untuk mencapai swasembada pangan. Peningkatan produksi ini sejalan dengan target Indonesia untuk menjadi pusat pangan dunia pada tahun 2045, di mana diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga melakukan ekspor. Untuk mencapai target tersebut, selain lahan pertanian yang luas dan subur, negara juga memerlukan peningkatan sumber daya manusia, regenerasi petani, infrastruktur yang memadai, regulasi yang baik, dan inovasi teknologi pertanian. Nilai tambah Untuk meningkatkan kedaulatan, inovasi dan teknologi yang ditawarkan harus memberikan nilai tambah. Hal ini akan memungkinkan petani di lapangan merasa bahwa hasil pertanian mereka dapat memberikan lebih banyak pendapatan bagi keluarga mereka. Menurut Imam Sujono, kepala pemasaran benih perusahaan agrokimia Syngenta Indonesia, petani pemula bersedia menggunakan teknologi dan inovasi terbaru jika mereka telah menggunakannya langsung di lapangan dan telah melihat hasilnya sendiri. Oleh karena itu, peran para pekerja penyuluhan sangat penting untuk memperkenalkan teknologi dan inovasi kepada petani. Sebagai contoh, benih sering diperkenalkan dengan menggunakan sistem lahan demonstrasi, di bawah mana lahan demonstrasi diciptakan sehingga petani dapat melihat keunggulan suatu varietas sendiri. Penggunaan benih unggul berkualitas tinggi adalah kunci utama untuk berhasil mewujudkan swasembada pangan. Tanpa benih berkualitas, petani tidak akan dapat mencapai produksi yang optimal, terutama di tengah tantangan perubahan iklim, pupuk yang terbatas, dan serangan hama dan penyakit tanaman. Petani berharap bahwa teknologi dan inovasi yang ada dapat memberikan keuntungan, termasuk memudahkan perawatan tanaman, mengurangi biaya karena mereka tidak perlu menggunakan pestisida dan sumber daya manusia, dan hasil yang lebih besar. Kehadiran benih unggul tidak hanya dapat mengoptimalkan panen petani tetapi juga membuat petani lebih percaya diri dalam bercocok tanam. Petani di negara ini juga lebih berhati-hati dalam mengadopsi teknologi dan inovasi, termasuk dalam menggunakan benih unggul. Mereka mempelajari hasil panen dari benih tersebut dan bahkan membahasnya dengan petani lain. Penelitian berkelanjutan Menurut ketua Komunitas Petani dan Nelayan Andalan (KTNA), petani muda saat ini memiliki kesadaran yang tinggi untuk meningkatkan produksi dengan memanfaatkan inovasi dan teknologi. Oleh karena itu, merupakan kewajiban pemerintah dan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian untuk melakukan penelitian terus menerus untuk munculnya teknologi dan inovasi, terutama untuk benih unggul. Hal ini dianggap perlu mengingat hama yang semakin beragam dan iklim ekstrem yang menuntut penggunaan benih unggul yang dapat menjamin panen yang sukses. Panduan untuk petani pemula juga merupakan solusi untuk swasembada pangan, terutama pendidikan yang didasarkan pada kondisi geografis dan daya dukung lingkungan. Di Jakarta, kebijakan pemerintah provinsi untuk mewujudkan swasembada pangan memerlukan strategi yang matang mengingat ketersediaan lahan pertanian di provinsi tersebut terbatas. Selain itu, tidak semua penduduk memahami budidaya tanaman. Hanya sedikit yang melakukannya, seperti penduduk yang tinggal di lahan pertanian permanen di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Kerjasama dengan petani di pusat produksi padi dan jagung adalah langkah cerdas untuk membangun swasembada pangan di sana. Sebagai pusat pengembangan teknologi dan inovasi, Jakarta harus melakukan intervensi di daerah mitra sehingga mereka mencapai produksi besar berkualitas premium. Selanjutnya, di Kepulauan Seribu, mencapai swasembada pangan dengan memanfaatkan lahan pertanian memerlukan perencanaan yang matang. Perlu mempelajari penguasaan pertanian penduduk pulau secara mendalam. Jika pemerintah daerah ingin mengembangkan pusat pertanian, lebih baik dimulai dengan sesuatu yang mudah dipelajari, sambil juga memperhitungkan minat penduduk. Penduduk Kepulauan Seribu sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan petani rumput laut, sementara beberapa bekerja di sektor pariwisata. Oleh karena itu, untuk membuat salah satu pulau menjadi pusat pangan, perlu perencanaan matang, misalnya mengenai benih, iklim, dan irigasi. Berita terkait: Pemerintah mencari subsidi transportasi untuk produsen pangan Kalteng Berita terkait: Regenerasi petani penting untuk keamanan pangan Indonesia: CIPS © ANTARA 2024