Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto memperingatkan bahwa siapa pun yang menyebabkan kelangkaan barang pokok dan kebutuhan penting lainnya bisa dipenjara hingga lima tahun dan denda sampai Rp50 miliar.
“Pemerintah di bawah kepemimpinan saya tidak akan ragu. Kami akan tegas terhadap mereka yang menyulitkan hidup rakyat, yang mencari untung dari penderitaan orang miskin,” tegasnya di kompleks parlemen, Jumat.
Dia menjelaskan, pemerintah akan konsisten menggunakan kewenangannya berdasarkan UUD 1945 dan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, khususnya Pasal 107 jo Pasal 29 ayat 1.
Presiden lalu membacakan Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014: “Pelaku usaha yang menimbun barang pokok dan/atau kebutuhan penting dalam jumlah dan waktu tertentu saat kelangkaan, gejolak harga, dan/atau gangguan distribusi bisa dikenakan hukuman pidana maksimal lima tahun dan/atau denda Rp50 miliar.”
Prabowo juga memperingatkan pebisnis curang atau yang berniat begitu bahwa pemerintah akan waspada terhadap penipuan, manipulasi, penimbunan, dan aktivitas lain yang menghambat distribusi pangan.
“Saya pastikan, perusahaan mana pun yg berani curang atau melanggar hukum, kami akan tindak. Kami akan sita apa yg bisa disita. Kami akan lindungi rakyat, kami akan bela kepentingan rakyat,” tegasnya.
Kepala Negara juga mengingatkan pelaku usaha agar tidak bertindak semaunya.
“Jangan kira yg besar dan kaya bisa berbuat seenaknya. Kami tidak takut dengan ukuranmu. Kami tidak takut dengan kekayaanmu karena kekayaanmu berasal dari rakyat Indonesia,” tambah Prabowo.
Prabowo menyampaikan pidato kenegaraannya dalam Sidang Tahunan MPR 2025 dan Sidang Bersama DPR-DPD.
Usai pidato, sidang dilanjutkan dengan penampilan lagu nasional dan ditutup oleh Ketua DPR.
Berita terkait: Pemerintah berkomitmen berantas penimbunan beras: Men BUMN
Berita terkait: Penimbunan obat & oksigen adalah kejahatan kemanusiaan: kementerian
Berita terkait: Ketua MPR puji tindakan Polri terhadap penimbun obat COVID-19
Penerjemah: Genta, Kenzu
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025