loading…
Beberapa lukisan karya Eel, seorang pelukis di Kota Tua, Jakarta. (Foto/Dokumen Pribadi)
JAKARTA – Sepanjang jalan Kota Tua Jakarta, pengunjung mudah menemukan pelukis jalanan. Salah satunya Eel, yang sejak 2011 rutin melukis wajah di kanvas kecil. Eel tidak hanya membuat gambar, tapi juga mencoba menangkap cerita di balik wajah yang dilukisnya. Baginya, melukis di Kota Tua bukan cuma untuk cari uang, tapi juga panggilan hati untuk menceritakan kisah orang.
Eel memulai belajar melukis tahun 2000-an di Bali. Kemudian ia mengembangkan bakatnya di Yogyakarta sebelum akhirnya pilih Kota Tua sebagai tempat berkarya. “Melukis di sini bukan cuma soal uang. Setiap wajah punya cerita. Saya ingin abadikan itu lewat lukisan,” katanya setelah menyelesaikan satu potret.
Suasana Kota Tua yang unik dan beragamnya orang yang lewat menjadi sumber inspirasi tak pernah habis untuk Eel. Ia bilang, melukis wajah bukan cuma sekadar gambar. Ia sering ngobrol dengan orang yang akan dilukisnya supaya bisa mengerti kepribadian dan cerita mereka. “Saya ingin orang yang lihat lukisan tidak cuma lihat wajah, tapi juga rasakan ceritanya,” tambahnya.
Selain Eel, Kota Tua juga tempat bagi pelukis senior, Tendy, yang sudah melukis di sini sejak 1990-an. Di mata komunitas seniman jalanan, Tendy dikenal sebagai penjaga semangat dan tradisi. Ia sering jadi panutan bagi pelukis muda karena pengalamannya yang panjang.
Lukisan Tendy kebanyakan tentang kehidupan jalanan dan orang-orang Kota Tua. “Kadang penghasilan tidak pasti, tapi seni adalah nafas kami. Kota Tua udah kayak rumah kedua,” jelasnya, menegaskan semangat kebersamaan di tengah kesulitan.
Kehadiran pelukis jalanan seperti Eel dan Tendy di Kota Tua tidak hanya menghadirkan karya seni menarik, tapi juga pengalaman unik dan berkesan bagi pengunjung. Proses melukis langsung di keramaian menjadi momen tak terlupakan bagi banyak orang. Mereka tidak hanya melihat lukisan tercipta, tapi juga merasakan kehangatan interaksi antara pelukis dan modelnya.