Potensi Penyalahgunaan Dana dalam Program Magang Nasional

Selasa, 14 Oktober 2025 – 17:19 WIB

Jakarta, VIVA – Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut program Magang Nasional dari Kementerian Ketenagakerjaan berpotensi menjadi lahan korupsi.

Baca Juga:
Daftar Program Magang Nasional 2025 Paling Lambat Besok, 120.000 Orang Lebih Sudah Melamar

Menurutnya, potensi pencurian uang negara itu bisa terjadi melalui Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) atau lembaga penyalur peserta magang.

"Di dalam prakteknya, bisa diselewengkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan. Itu yang belum kita bongkar, sumber korupsinya. Siapa penyalur pemagangannya? LPK-LPK, lembaga pelatihan atau pendidikan ketenagakerjaan?" katanya, Selasa 14 Oktober 2025.

Baca Juga:
Presiden Partai Buruh: Program Magang Nasional Menghina Sarjana

Said juga membeberkan beberapa kasus korupsi yang pernah terjadi di Kemenaker, seperti terkait izin Tenaga Kerja Asing (TKA) dan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Baca Juga:
Trump Desak Presiden Israel Ampuni Netanyahu yang Tersandung Kasus Korupsi

Namun, ia menduga yang akan menjadi ladang korupsi besar justru terkait program pemagangan ini. Oleh karena itu, Said meminta agar dilakukan pengawasan yang ketat.

"Kemenaker ini kan sudah ada korupsi di TKA, izin TKA. Sudah ada juga korupsi untuk izin sertifikat K3. Ini belum dibongkar. Periksa itu izin tentang pemagangan dan outsourcing. Itu lebih besar, dugaan sementara ini sumber korupsinya ada di situ," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Said Iqbal mengkritik program magang nasional dari Kemenaker. Menurutnya, program ini tidak tepat sasaran karena seharusnya diberikan kepada mahasiswa, bukan bagi fresh graduate.

"Program pemagangan di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah program untuk orang yang masih sekolah, bukan untuk orang yang sudah kerja," ujarnya di sebuah hotel di Jakarta Pusat, Senin 13 Oktober 2025.

MEMBACA  Pertarungan Harris vs Trump dalam "Family Feud" di Pembukaan Dingin 'SNL'

Said juga menyebut bahwa program ini sangat mempermalukan para sarjana.

"Pemagangan seperti ini salah. Silakan diberi judul, pemagangan yang menghina lulusan sarjana," tegasnya.

Di sisi lain, Said mengungkapkan terjadi simpang siur mengenai besaran upah untuk peserta program.

"Simpang siur karena Pak Teddy sebagai Sekretaris Kabinet bilang upahnya mengikuti Upah Minimum Kabupaten/Kota, tapi Pak Menko bilang berbeda, yaitu UMP atau Upah Minimum Provinsi," ungkapnya.

Perbedaan penyampaian ini membuat Said menilai program ini tidak terkoordinasi dengan baik.

"Pak Yassierli, sang Menteri Ketenagakerjaan, juga bilang UMP. Rupanya programnya tidak terkoordinasi dengan baik," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
tvOnenews/Aldi Herlanda