Rabu, 22 Oktober 2025 – 10:40 WIB
Jakarta, VIVA – Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyampaikan bahwa risiko arus keluar modal (outflow) diperkirakan masih akan tetap terkendali jika BI Rate dipotong sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,50 persen pada bulan Oktober 2025.
Baca Juga :
Dibuka Melemah, IHSG Menanti Rilis BI Rate sambil Dibayangi Koreksi
“Risiko outflow cenderung relatif manageable untuk pemotongan kecil (25 bps), asalkan diikuti dengan kombinasi kebijakan yang agresif,” ujar Josua, Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut dia, langkah ini perlu didukung dengan intervensi yang terukur menggunakan beragam instrumen, baik di pasar spot maupun melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Cara ini sudah diterapkan bulan lalu dan terbukti efektif menahan tekanan di pasar valuta asing ketika terjadi arus keluar yang besar.
Baca Juga :
Survei BI: Kinerja Kegiatan Dunia Usaha Terjaga Kuartal III-2025, Sektor Ini Paling Kinclong
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga perlu menjaga daya tarik instrumen keuangan jangka pendek berdenominasi rupiah, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN). Caranya adalah melalui operasi pasar dan memberikan panduan imbal hasil yang jelas agar para investor tidak melakukan penarikan dana secara serentak.
Baca Juga :
Rupiah Melemah Usai BI Umumkan Turunnya Utang Luar Negeri RI di Agustus 2025
Upaya stabilisasi juga dapat diperkuat dengan meningkatkan cadangan devisa melalui penarikan pinjaman atau penerbitan obligasi valas pemerintah yang sudah direncanakan. Hal ini bisa membantu menstabilkan ekspektasi pasar.
Di sisi lain, BI perlu menyampaikan komunikasi yang jelas bahwa penurunan suku bunga kali ini adalah langkah “kalibrasi” yang terukur, bukan pelonggaran tanpa batas. Bank sentral juga harus menegaskan bahwa arah kebijakan selanjutnya akan tetap bergantung pada perkembangan data ekonomi (data-dependent).
Josua menilai terdapat peluang untuk penurunan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen yang akan diumumkan dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober ini. Ruang kebijakan ini terbuka karena inflasi inti tetap terkendali dan tingkat suku bunga riil (real rate) masih cukup tinggi. Dengan BI-Rate 4,75 persen dan ekspektasi inflasi inti ke depan yang rendah, ruang untuk menurunkan bunga riil masih tersedia tanpa mengorbankan stabilitas harga.
Permintaan domestik juga belum sepenuhnya pulih, jadi penurunan suku bunga bisa membantu mendorong konsumsi dan kredit. Likuiditas perbankan yang membaik juga membuat transmisi kebijakan moneter semakin efektif, memungkinkan penurunan bunga lebih cepat sampai ke sektor riil.
Halaman Selanjutnya
Di sisi lain, Josua menilai tekanan terhadap rupiah relatif terjaga meskipun terjadi outflow. Hal ini ditopang surplus perdagangan komoditas, intervensi BI di pasar spot dan DNDF, serta faktor revaluasi cadangan devisa, yang memberikan ruang lebih aman ketika BI memangkas suku bunganya.